TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Kinerja Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Kotamobagu dinilai tidak serius. Padahal angaran yang digelontorkan lewat APBD tidak sedikit untuk membiayai lembaga yang dipimpin Musly Mokoginta itu.
Pernyataan ini datang dari aktivis LSM Gempur Robianto Suid.
Robianto menuturkan, bentuk ketidakseriusan itu karena pernyataan Ketua Panwaslu Kotamobagu Musly Mokoginta terkait pembentuan tim OTT kandidat itu illegal, seperti memukul mukanya sendiri.
“Panwaslu Kota Kotamobagu kami nilai tidak serius. Terlebih dalam melakukan penindaoan pencegahan money politik di PIlkada Kotamobagu,” ujar Robianto.
Dana untuk membiayai kinerja mereka juga tidak seimbang. Pasalnya dari tahapan kampanye yang digelar, tidak ada produk temuan Panwaslu soal pelanggaran kampanye baik paslon nomor urut satu dan paslon nomor urut dua.
Dia jua menyayangkan mengapa masyarakat dan Paslon tertentu membentuk Satgas OTT anti money politik dan intimidasi, karena masyarakat menilai Satgas OTT yang dibentu Kepolisian juga tidak berjalan maximal sebagaimana semestinya.
“Kami menilai Panwaslu hanya menghabiskan uang rakyat karena tidak bekerja seperti yang diharapkan,” kata dia.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua Bidang Hukum Forum Koalisi Rakyat Yosi Monoarfa.
Yosie menegaskan, kinerja Panwaslu Kotamobagu paling banyak hanya seremonial yang hanya menghabiskan uang rakyat.
Menurut Yosie, tidak ada keseriusan Musly dan jajarannya untuk bertugas.
Seharusnya kata dia, Panwaslu benar-benar bisa memposisikan sebagai wasit yang adil sebagaimana yang diinginkan rakyat di dalam melakukan tindakan pencegahan dan melakukan penindakan terhadap indikasi aksi money politik.
“Jangan salahkan masyarakat jika ada sebagian masyarakat yang membentuk Satgas OTT anti money politik dan intimidasi dikarenakan Panwaslu tidak bekerja,” ujar Yosie.
Sebelelumnya Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LITPK) Bolaang Mongondow Raya (BMR) sudah menyorot kinerja Panwaslu. Sebab besarnya anggaran hibah yang diberikan Pemkot Kotamobagu kepada Panwaslu tak sebanding dengan kinerja.
Menurut Yakin, anggaran sebesar Rp 6 Milliar itu untuk Panwaslu sangat besar dan perlu dipertanyakan peruntukkannya.
“Ya, jika anggaran itu tidak digunakan untuk sosialsasi dan pengawasan pilkada secara maksimal, jadi untuk apa anggaran tersebut diberikan. Kan mubazir,” ujarnya.
Untuk itu kata Yakin, pihaknya akan menelusuri indikasi dugaan penyimpangan anggaran tersebut. Padahal menurutnya tahapan Pilkada Kota Kotamobagu yang sedang berjalan banyak ditemukan pelanggaran. Namun pihak Panwaslu sendiri terkesan diam.
Dia mencontohkan, sejak awal pelaksanaan kampanye dialogis oleh dua pasangan calon, harusnya sudah langsung ditindak oleh Panwaslu karena terang-terangan telah melanggar.
Indikasi pembiaran itu, bahkan hingga berujung pada bentrok saling lempar yang mengakibatkan jatuh korban.
Dana 6 mliar uang rakyat ini yang diharapkan mampu membiayai pesta demokrasi pilkada untuk memilih kepala daerah priode 2018-2023 tentu dengan harapan menghasilkan pemimpin yang berintgritas sesuai pilihan rakyat, kata dia.
Dugaan pembiaran dan kelalaian Panwaslu menjadi pemicu konflik antar pendukung paslon. Dan menimbulkan masalah stabilitas daerah Kotamobagu seakan Panwaslu bagaikan tali bersaut menimpahkan tanggung jawab keamanan kepada aparat kepolisian dan TNI sebagai penanggung jawab keamanan.
Pada PIlkada Kotamobagu 2018 Pemkot menganggarkan dana hibah lewat APBD. Untuk KPU Kotamobagu Rp 15 miliar, Panwaslu Rp 6 miliar dan dana pengamana Rp 5,5 Miliar dengan total Rp26.5 Miliar.
Penulis: Hasdy