TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU—Ratusan wartawan dari berbagai media yang ada di Bolaang Mongondow Raya (BMR), direncanakan akan menggelar aksi demo di Kantor Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Kotamobagu Selasa (26/3) besok.
Aksi demo itu, merupakan tindak lanjut dari aksi sebelumnya yang meminta Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Kotamobagu untuk meninjau kembali pasal yang diterapkan kepada salah satu wartawan yang dilapor karena pemberitaan.
“Selasa, besok kita kembali akan turun ke jalan untuk menyuarakan, agar wartawan jangan dikriminalisasi terkait dengan pemberitaan,” ujar Supardi Bado.
Pimpinan redaksi media online ini menyebutkan, bahwa aksi yang akan dilakukan itu, merupakan bentuk keprihatinan salah satu wartawan atas nama Supriadi Dadu dilapor hanya karena pemberitaan yang saat ini tenga berproses di pengadilan negeri Kotamobagu.
Dua menilai, Kejaksaan salah menempatkan undang-undang yang menjerat Supriadi Dadu. Seharisnya undang-undang yang dipakai untuk sebuah pemberitaan yakni undang-undang pers nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bukan menggunakan undang-undang ITE.
“Kami menilai UU ITE yang dipakai Jaksa keliru. Seharusnya menggunakan UU Pers,” ungkapnya.
Aksi damai itu juga rencanakanya akan meminta dukungan tanda tangan. Tanda tangan itu nantinya akan dimasukan ke Pengadilan sebagai bentuk pembelaan sehingga bisa jadi pertimbangan hakim.
“Tanda tangan ini sudah kita jalankan kepada semua wartawan. Bukan hanya wartawan, akan tetapi LSM, politisi, pejabat. Bahkan hingga ke tukang bentor,” bebernya.
Bedasarkan informasi dari Pengadilan Negeri Kotamobagu, Selasa (26/3) besok, merupakan agenda sidang pembelaaan terhadap Supriadi Dadu.
Keliruh Menetapkan Pasal
Kasus pemberitaan yang dilaporkan ke pihak Kepolisian dinilai melanggar Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia.
Namun MoU itu untuk penanganan perkara pers dengan perkara lain dianggap belum banyak diketahui polisi di berbagai daerah.
Ketidaktahuan aparat kepolisian terhadap MoU tersebut menimbulkan dampak negatif bagi kegiatan wartawan bahkan produk berita.
Itulah yang menyebabkan banyaknya perkara bidang jurnalisme yang justru ditangani berdasarkan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kepolisian tidak terlalu menepati MoU antara Dewan Pers dengan Polri. Beberapa kasus ada yang ditangani Polri walaupun berkaitan dengan ranah pers. Bahkan banyak polisi di daerah belum banyak yang tahu keberadaan MoU itu sampai sekarang.
MoU antara Dewan Pers dengan Polri telah disepakati sejak Februari 2012. Dalam MoU itu disebutkan, penanganan perkara berkaitan dengan dunia jurnalisme akan dilakukan oleh Dewan Pers mengacu pada kode etik jurnalisme yang berlaku.
Lembaga kepolisian dapat membantu penanganan perkara jurnalisme jika dibutuhkan. Namun, jika terdapat dugaan perkara di bidang pers, maka proses penyidikan harus berpedoman pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Salah satu contoh kasus yang dialami Supriadi Dadu. Dia diadukanoleh salah satu anggota DPRD Kotamobagu Mulyadi Paputungan karena konten pemberitaan yang dianggap mencermarkan harkat dan martabatnya.
Akibat dari pemberitaan, penyidik menggunakan undang-undang ITE untuk menjerat Surpiadi Dadu dan diproses hingga ke pesidangan.(**)