TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU — Penjabat Wali kota Kotamobagu Asripan Nani tuai kecaman pasca melangsungkan resepsi pernikahan anaknya di rumah dinas walikota Sabtu 27 Juli 2024 akhir pekan lalu. Asripan dituding telah menyalahgunakan wewenangnya dengan kekuasan yang digenggamnya.
Asisten II Pemprov Sulut ini menggelar resepsi pernikahan menggunakan fasilitas rumah dinas serta sejumlah fasilitas pemerintah lainnya.Langkah Asripan Nani ini pun dinilai telah melanggar hukum dan hak publik warga.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang rumah negara, sudah jelas fungsinya yakni sebagai tempat tinggal atau hunian keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan atau pegawai negeri yang menempatinya.
“Apapun alasannya, PP itu sudah jelas bahwa fasilitas rumah dinas itu disediakan oleh pemerintah untuk memacu semangat dan gairah kerja dan dipergunakan pemegang jabatan tertentu, karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut,” kata pemerhati Kota Kotamobagu Suka Mulia Lobud.
Resepsi pernikahan yang digelar di rumah dinas wali kota hingga menutup badan jalan, hinga sebagian alun alun lapangan Kotamobagu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, resepsi pernikahan yang menggunakan sarana dan prasarana atau fasilitas rumah dinas patut dipertanyakan. Alasannya, selain menyalahi fungsi sebagaimana regulasi, juga menyalahi aturan tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Pasal 6 PP itu mengatur tentang biaya pemeliharaannya termasuk biaya pemakaian air, listrik, serta fasilitas lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kemampuan keuangan daerah. Sebab anggaran menjadi APBD Kota Kotamobagu ,” sentilnya.
Ando sapaan akrabnya menilai langkah yang dilakukan Pj Walikota Asripan Nani, dinilai sebagai Abuse of power yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan diri sendiri.
“Ada adagium yang mengatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi. Kekuasaan yang tidak terkontrol akan menjadi semakin besar, beralih menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan. Makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan korupsi,” sentilnya.
Ando menegaskan, wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, bukan sebagai kekuasaan pribadi. Akibatnya, pejabat yang menduduki posisi penting merasa mempunyai hak untuk menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas. (*)
NGAK JUGA KAN MUNGKIN ADA IZIN GUBERNUR.PAK ASRIPAN TAHU PROSEDUR ITU