TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Ratusan pedagang yang menempati Ruko di Pasar 23 Maret hingga kini enggan membayar retribusi kepada pemerintah. Pasalnya, Retribusi yang dibebankan kepada para pedagang nilai terlalu tinggi.
Menurut para pedagang, Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang retribusi yang diterapkan dinas perdagangan dan perindustrian untuk menarik retribusi memberatkan dan sangat sepihak.
Sekretaris Aliansi Pedagang Pemilik Ruko Pasar 23 Maret Faruk Manoppo mengatakan, para pedagang belum mau membayar karena Perda Nomor 7 tahun 2017 bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Faruk menjelaskan, sebelumnya retibusi yang dibayarkan itu berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 2012 yang hanya Rp2.500 permeter. Sedangkan untuk penarikan retribusi yang diterapkan saat ini kata lanjutnya, yakni Perda Nomor 7 Tahun 2017 yakni Rp12.000 permeter.
“Perda Nomor 7 Tahun 2017 itu biata retribusi 12 ribu permeter. Ini terjadi kenaikan 400 persen,” jelasnya.
Dia mencotohkan, untuk ruangan Ruko yang ditempati saat ini biasanya rentribusi yang dibayarkan berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 2012 hanya Rp2.500. dengan ukuran 6×8 hanya Rp120.000.
Sedangkan Perda Nomor 7 Tahun 2017 dengan Rp12.000 permeter, dia harus membayar Rp576.000.
Dia menilai penerapan Perda nomor 7 tahun 2017 sangat memberatkan bagii pedagang. Hal ini juga sudah dilaporkan ke Obdusman.
Menurutnya telah terjadi dugaan penyalagunaan penyimpangan prosedur di dalam penerapan tariff retribusi. Bahkan tidak ada kesepakatan antara pedagang dengan pemerintah kota mengenai besar retribusi tersebut.
“Kita sudah laporkan hal ini ke Ombudsman. Di mana adanya dugaan penundaan terhadap penertiban SHGB pemiik ruko. Karena SGBH itu merupakan kontrak investasi jangka panjang,” paparnya.
Penulis: Hasdy