TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU — Dampak penutupan jalan nasional Trans Sulawesi di Desa Muntoi, Kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) mulai dirasakan masyarakat. Salah satunya, kenaikan tarif angkutan umum rute Kotamobagu–Manado.
Sejumlah sopir mengaku, penutupan ruas jalan utama yang mulai diberlakukan Rabu (8/10) pulul 17.00 WITA, karena untuk pemasangan Jembatan Sementara (Bailey) oleh Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN), mereka terpaksa mengalihkan jalur perjalanan melalui Modoinding, Kabupaten Minahasa Selatan. Rute alternatif ini jauh lebih panjang, menanjak, dan membutuhkan waktu tempuh tambahan hingga dua jam.
“Untuk saat ini, tarif Kotamobagu–Manado naik. Biasanya Rp150 ribu per penumpang, tapi karena harus lewat Modoinding, sekarang naik jadi Rp175 ribu,” ujar seorang sopir mobil Agya yang enggan disebutkan namanya, Rabu (8/10).
Kenaikan tarif, kata para sopir, bukan untuk mencari keuntungan lebih, melainkan menyesuaikan dengan tambahan biaya bahan bakar dan waktu perjalanan. Kondisi jalan di jalur Modoinding juga disebut lebih berat dan berisiko, terutama bagi kendaraan kecil.
“Lewat Modoinding itu jalannya sempit, banyak tanjakan dan turunan tajam. Mobil harus kerja keras, bensin pun jadi lebih boros,” kata sopir lainnya.
Para sopir berharap, pekerjaan pemasangan Jembatan Bailey di lokasi jalan amblas tersebut dapat diselesaikan tepat waktu, agar jalur utama Trans Sulawesi bisa segera dibuka kembali. Mereka menilai, penutupan jalan selama 36 jam berdampak besar terhadap aktivitas ekonomi masyarakat.
“Trans Sulawesi itu urat nadi ekonomi. Kalau ditutup lama, bukan cuma sopir yang susah, tapi juga pedagang, pengantar barang, bahkan penumpang yang punya urusan penting,” tambahnya.
Sebelumnya, BPJN melalui surat pemberitahuan tertanggal 6 Oktober 2025, menyatakan penutupan jalan akan dilakukan selama 36 jam, mulai Rabu, 8 Oktober pukul 17.00 WITA hingga Jumat, 10 Oktober pukul 05.00 WITA. Penutupan dilakukan untuk pemasangan Jembatan Bailey di lokasi amblasnya sebagian badan jalan yang menghubungkan wilayah Kaiya–Kotamobagu.
Meski pekerjaan itu bersifat darurat demi keselamatan pengguna jalan, warga dan pengguna transportasi menilai penutupan total tanpa jalur alternatif menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang cukup luas.
Kini, masyarakat hanya bisa berharap agar proyek jembatan sementara tersebut tidak mengalami keterlambatan, sehingga jalur vital Trans Sulawesi dapat kembali dilalui dan aktivitas masyarakat kembali normal.(*)