TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU — Rangkaian pengusutan dugaan penyelewengan dana hibah Bawaslu Kotamobagu akhirnya memasuki babak baru. Setelah melalui tahapan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak, Kejaksaan Negeri Kotamobagu resmi menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kotamobagu, Chairul Mokoginta, membenarkan peningkatan status tersebut pada Senin (29/12).
“Iya, sudah kita naikkan ke penyidikan,” ujar Chairul.
Ia menjelaskan, status penyidikan yang dimaksud masih penyidikan awalu. Artinya, penyidik belum menetapkan tersangka dan masih akan melakukan pendalaman dengan memeriksa kembali saksi-saksi, menghadirkan saksi ahli, serta melakukan audit terhadap pengelolaan dana hibah.
“Belum ada tersangka. Ini masih penyidikan awalu,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penyidikan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian pemeriksaan terhadap jajaran Bawaslu Kotamobagu, mulai dari dua komisioner, Ketua Bawaslu, hingga Sekretaris Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, Aldrin Arthur Christian. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mendalami dugaan penyimpangan dana hibah senilai Rp7,6 miliar pada Tahun Anggaran 2024.
Chairul mengungkapkan, status penyidikan ini sebenarnya telah berjalan sejak Senin pekan lalu. Dalam proses tersebut, penyidik juga telah meminta klarifikasi dari sejumlah pejabat Pemerintah Kota Kotamobagu sebagi saksi, di antaranya Sekretaris Kota Sofyan Mokoginta, Kepala Badan Kesbangpol Sitti Rafika Bora, Kepala Badan Keuangan Sugiarto Yunus, serta Sekretaris Kesbangpol.
Dengan naiknya status ke tahap penyidikan, penyidik memastikan pemeriksaan akan terus berlanjut. Tidak hanya terhadap pejabat pemerintah daerah, tetapi juga terhadap pihak internal Bawaslu.
“Pemeriksaan lanjutan akan dilakukan terhadap para komisioner Bawaslu, Kepala Sekretariat Bawaslu, serta staf yang berkaitan langsung dengan pengelolaan dana hibah,” jelas Chairul.
Selain itu, penyidik Pidsus juga akan melibatkan saksi ahli dan melakukan audit guna menguatkan konstruksi perkara dan memastikan ada tidaknya unsur pidana.
Sebagai informasi, dalam pemberitaan sebelumnya disebutkan adanya sisa dana hibah sebesar Rp1,7 miliar yang seharusnya dikembalikan ke kas daerah sesuai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), namun diduga direvisi penggunaannya hingga akhirnya hanya menyisakan sekitar Rp9 juta. Temuan inilah yang kini menjadi fokus utama pendalaman penyidik. (*)





