TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU — Institut Agama Islam Kotamobagu (IAIK) tengah menghadapi gejolak internal setelah isu dugaan jual beli ijazah atau gelar yang dilaporkan ke Polda Sulut. Meski pihak terkait telah membantah terkait dugaan itu, namum muncul ketidakpuasan dari para mahasiswa terhadap kepemimpinan kampus, semakin menguat.
Sejumlah mahasiswa menuntut transparansi dari pihak rektorat atas isu yang beredar. Mereka menilai bahwa isu ini bukan sekadar gosip, melainkan berpotensi merusak kredibilitas akademik IAI Kotamobagu jika tidak segera ditanggapi dengan serius. Terlebih kasus dugaan jual beli ijazah atau gelar akademik masuk ke ranah hukum Polda Sulut.
Salah seorang mahasiswa, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Muliadi Mokodompit. Yang akhir akhir ini, kerap dituding terlibat dalam dugaan kasus. Mulai penggunaan dana hibah yang dilaporkan ke Kejaksaan, jual beli gelar atau ijazah di Polda Sulut.
Menurutnya, seorang rektor seharusnya menjadi panutan, bukan malah dikaitkan dengan skandal yang mencoreng nama baik kampus.
“Kampus ini tempat menimba ilmu, bukan ajang drama personal. Jika Rektor tidak segera memberi penjelasan yang jelas, kami tidak akan tinggal diam,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, praktik dugaan jual beli ijazah atau gelar yang terjadi di Kampus IAI Kotamobagu, setelah dua mahasiswa yang merupakan anggota DPRD, telah dinyatakan lulus dan menerima ijazah. Padahal, kedua oknum anggota DPRD itu, tidak pernah mengikuti proses kuliah di IAI Kotamobagu.
Kejanggalan itu mulai nampak, karena
mekanisme yang dijalankan pihak rektorat IAI Kotamobagu tidak sesuai. Seperti program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Menurut sumber, KM oknum anggota DPRD Bolsel misalnya, telah diwisuda dan diberikan gelar akademik pada tanggal 25 Januari 2024. Namun tidak pernah mengikuti proses akademik, dalam catatan pada portal Pangkalan Data Perguruan Tinggi PD Dikti.
KM sendiri tercatat sebagai mahasiswa karena mulai kuliah di IAI Kotamobagu pada 1 September 2023 dan sampai sekarang masih tercatat aktif kuliah. Namun anehnya, KM sudah diwisuda dan telah menyandang gelar akademik.
Selain KM lanjut sumber, ada juga oknum anggota DPRD berinisial SM serta
masih ada juga korban masyarakat lainnya yang menerima gelar akademik tanpa mengikuti proses kuliah regular sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Mereka menerima gelar, namum terindikasi telah menyetor sejumlah uang.
Rektor IAI Kotamobagu Muliadi Mokodompit membantah. Ia menilai, hal itu merupakan isu murahan.
“Isu murahan begini tidak perlu ditanggapi. Kalau ada yang merasa dirugikan silakan menuntut, kan mudah. Tapi, jika hanya digoreng untuk membuat stigma negatif itu lain lagi. Alhamdulilah di BMR semua kampus tidak ada yang begini mungkin di tempat lain,” kata Muliadi.
Ia juga menegaskan, tidak gentar ketika dipanggil atau memberikan keterangan di hadapan penyidik Polda Sulut.
“Kwatir saja tidak terpikir. Karena saya/kami sudah tau siapa yang memproduksi isu ini. Ini dilakukan oleh oknum-oknum yang kami sudah tau hanya dengan modal perasaan,” kata Muiadi.
Sekretaris Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (Kopertais) VIII
Dr. KH. Nur Taufiq Sanusi Baco, M.Ag
mengatakan, IAI Kotamobagu sudah perna dilaporkan. Bahkan Kopertais sendiri pernah memberikan rekomendasi ke Kementerian Agama terkait laporan berdasarkan hasil temuan.
“Kopertais sifatnya rekomendasi. Tapi keputusannya ada di Jakarta,” katanya.
Dari hasil temuan itu, Kopertais mengeluarkan rekomendasi penutupuan kampus. Sebab ada banyak proses yang menyalahi aturan yang terjadi di IAI Kotamobagu.
Kopertais sendiri perna dilaporkan balik ke Ombudsman oleh Rektor IAI Kotamobagu. Namun hasil penelusuran Ombudsman terkait rekomendasi Kopertais, tidak terbukti. Justru, lebih menguagkan apa yang menjadi temuam Kopertais.
Saat ini IAI Kotamobagu sedang menghadapi proses hukum terkait laporan di Polda Sulut. Ink membuktikan bahwa temuan Kopertais di 2020 sebenarnya benar.
“Sekarang sudah ada laporan di Polda Sulut. Ini artinya kita bersyukur akhirnya kan bisa terungkap. Kopertais bekerja secara objektif dan tidak ada subjektivitas. Kita lihat pelanggaranya. Tentu akan kita rekomendasikan sebagai sanksi,” katanya.
Dalam situasi seperti ini, Ia mengaku sedih melihat masyarakat yang dirugikan.
Kopertais sendiri mensupport agar bisa terungkap. Jika diminta bantuan keterangan oleh penyidik, Ia akan siap. (*)