TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU –Puluhan pemilik ruko yang berada di kompleks Pasar 23 Maret Kota Kotamobagu memprotes kebijakan Pemerintah Kotamobagu terkait besaran retribusi. Para pemilik Ruko ini menilai, besaran retribusi yang ditetapkan itu, bertentangan dan sepihak.
Hal itu mereka utarakan saat melakulan aksi demo di kantor DPRD Kotamobagu. Senin (17/9/2019).
Faruk Manoppo salah satu Ruko mengatakan, besaran retribusi yang ditetapkan itu sangat memberatkan. Kendati telah ditetapkan melalui Perda nomor 7 tahun 2017 tentang besaran retrbusi, namun bagi mereka, hal itu tidak sebanding dengan pendapatan mereka.
“Salah satu contoh, ruko berukuran 6×8 dipatok 570 ribu,” kata Faruk.
Seharusnya lanjut dia, pemerintah kota tidak bisa menentukan besaran retribusi sebelum dilakukan pembaharuan kontrak. Sebab bangunan yang dipakai para pedagang adalah Hak Guna Bangunan (HGB).
“Inikan kontrak jangka waktu lama, dan kontrak kerja bagi keuntungan. Bentuknya Sertiikfat Gak Guna Bangunan,” jelas Faruk.
Sebelum ditetapna besaran retrbusi, harus ada rekomendasdi perpanjangan. Pemerintah Kota Kotamobagu hanya meluarkan rekomendasi tentang pengelolaan lahan.
“Jadi bukan pemkot. Harus dari BPN yang mengeluarkan sertifikat HGB. Pemkot hanya mengeluarkan Rekom saja,” tambahnya.
Dia serta para pemilik ruko juga mengaku menyesalkan sikap Pemkot Kotamobagu yang dinilai sepihak dalam penetapan besaran retribusi.
Alasanya, pemerintah telah menetapkan berdasarkan hasil pertemuan, itu sama sekali tidak mewakili para pemilik ruko yang ada. Selain mereka juga mempertanyakan hasil kerjasama dengan pihak Unsrat tentang penelitian sebelum penetetpan besaran Retribusi.
“Jadi banyak yang jaanggal dalam penetapan besaran retribusi ruko. Jika sudah ada kerjasama penelitian dengan pihak Uusrat, mana hasilnya,” tambhanya.
Pada pertemuan dengan pihak DPRD hanya dihadiri Empat orang anggota DPRD. Yakni Ishak Sugeha, Begie Gobel, Jufli Limbalo dan Hery Koloay namun tidak memberikan solusi.
Sehingga mereka berencana akan mengajukan judicial review terkait dengan Perda nomor 7 tahun 2017 tentang penetapan biaya retribusi pemilik ruko.
“Kami hanya minta agar Perda Nonor 7 tahun 2017 direvisi ulang, Kalau tidak bisa direvisi, kami akan lakukan judicial review ke MA,” pungkasnya.
Penulis: Hasdy