TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU —Pekerja Migran asal Kota Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) harus pulang dengan tangan kosong. Gaji selama satu tahun, tak dibayar pihak perusahan tempat ia bekerja. Kini kasusnya ditangani Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Dengan mendapat fasilitas dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Tri Septianto asal Desa Poyowa Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan Sulut ini bertemua dengan kedua orang tuannya.
Kepala BP2MI Benny Rhamdany menuturkan, pihaknya akan memfasilitasi kasus agar gaji kurang lebih hampir 80 juta dibayar oleh pihak perusahan tempat Tri bekerja.
“Jika tidak, kasus ini akan kita laporkan ke Bareskrim Polri,” tegasnya.
Tri bekerja sebagai ABK disalah satu kapal negara China dan terakhir hingga ke perairan Negara Peru. Dia dikontrak selama dua tahun pihak perusahan. Namun sisa gaji kontrak selama stu tahun tak dibayar pihak perusahan.
Berdasarkan laporan, perlakukan itu bukan hanya dialami Tri, akan tetapi jumlahnya ada 16 TKI.
“Informasi ada 16 orang yang mendapat perlakukan seperti ini. Tentu akan kita kawal, agar gaji para TKI Migran ini bisa mereka terima,” ujar Benny.
Usai diditerima, Tri diantar ke rumahnya di Desa Poyowa Kecil dan langsung disambut kedua orang tuanya.
Benny menegaskan, apa pun persoalan yang melatarbelakangi para ABK itu, hak gaji mereka harus tetap terbayar penuh.
“Inilah yang sering mewarnai bagi para TKI Migran termasuk apa yang dialami Tri dan kawan-kawan. Hal itu yang sering dilakukan oleh perusahan atau pemilik kapal, kapten kapal, maning agency dengan cara, tidak membayar upah kerja yang disepakati,” jelas Benny.
Tri mengaku bisa pulang dan bertemu kedua orang setelah mendapat fasilitas dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Mulai dari tiket pesawat hingga mendapat uang saku selama berada di Jakarta.
Tiba di Kotamobagu, Tri langsung dijemput Kepala BP2MI Benny Rhamdani didampingi Kepala BP3MI Sulut-Gorontalo Hendra Makalalag bersama jajaran.
Kepala BP3MI Sulut-Gorontalo Hendra Makalalag mengaku, kendala yang dihadapi saat ini adalah, kebanyakan para TKI yang akan bekerja di luar negeri mencari jalan pintas tanpa harus melalui instansi yang sudah mendapatkan legalitas untuk merekrut dan menempatkan para tenaga kerja.
“Kendalanya itu, banyak yang suka bekerja di luar negeri banyak ambil jalan pintas,” kata Hendra.
Padahal tugas BP2MI sebagai pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan bagi para pekerja di luar negeri. Salah satunya adalah pelaksanaan penempatan pekerja Migran Indonesia.
Dia menduga, banyak TKI asal Sulut yang bekerja di luar negeri pergi secara ilegal dengan menggunakan dokumen palsu, namun mereka tidak tahu bahwa dokumen mereka itu dipalsukan.
Dengan kondisi demikian, para TKI mudah dipermainkan, mudah dikibuli dan digaji rendah.
“Kalau negara tujuan itu dengan dokumen ilegal, maka majikan mudah menganiaya TKI dan gaji tidak teratur. Ini masalah sekarang,” ujarnya.
Dia mengatakan, banyak kasus yang terjadi, TKI ilegal yang dipulangkan dalam kondisi meninggal dunia setelah dicek dokumen banyak yang palsu. Asal dan tempat tinggal TKI bahkan tidak sesuai dengan dokumen yang ada.
Dia berharap bagi para calon TKI yang akan bekerja di uar negeri untuk tidak terpengaruh dengan calo perusahan dengan janji yang menggiurkan.
“Kenapa masih banyak yang ilegal, karena tidak memiliki dokumen, itu masalahnya ada di dokumen. Dari dulu orang berangkat secara ilegal, tapi kita baru sadar sekarang,” katanya. (*)