TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU–Peredaran baju bekas ilegal yang diimpor dari luar negeri terus marak terjadi. Masyarakat masih gemar membeli baju bekas. Tapi tak menyadari akan bahaya baju bekas.
Dari hasil penelitian, dengan mengambil sampel 25 pakaian bekas yang dijual di sejumlah pasar, pakaian bekas di tangan saja sudah terasa gatal. Setelah dilakukan uji laboratorium, dan hasilnya pakaian tersebut mengandung banyak bakteri mikrobiologis. Kalau digunakan akan kena gatal-gatal, diare, dan yang mengerikan bisa terkena penyakit saluran kelamin, seperti dilansir detik finance.com.
Bahkan, yang lebih mengerikan, sampel baju yang diuji di laboratorium tersebut ditemukan bekas noda menstruasi.
Namun, beberapa pedagang baju bekas yang ada di Kotamobagu mengaku, sudah 15 tahun berdagang baju bekas, tapi sampai saat ini belum ada pembeli yang mengeluh soal bakteri mikorbiologis.
“Bahkan pakaian yang kami pakai itu juga barang impor, tapi sampai saat ini penyakit gatal-gatal tak perna ada, bukan cuman itu pembeli bukan hanya dikalangan miskin, tapi pejabat sampai anggota DPRD juga perna membeli pakaian bekas disini,” kata Inang Abas salah satu pendagang baju bekas.
Ia pun menambahkan, bahwa pakaian dalam pun yang baru diambil dari agen penjual barang bekas, langsung dipakai. Tapi tak ada bakteri, tambah ibu dua anak itu.
Hal serupa dikatakan Mira, salah satu pembli baju bekas. Ia mengaku tertarik membeli baju bekas karena kualitas serta harga masih terjangkau.
“Barang-barang bekas ini cukup bagus dan murah. Biasanya sebelum dicuci saya rendam pakai air panas. Itu saya rendam semalam,” kata Mira saat ditemui di lokasi penjualan baju bekas di pasar Serasi.
Diketahui, Indonesia melarang barang bekas termasuk pakaian bekas masuk ke wilayah Indonesia. Namun yang terjadi, barang-barang ini bisa melenggang masuk bebas melalui pelabuhan tidak resmi alias pelabuhan tikus.
Pihak dinas perdagangan berharap kesadaran masyarakat betapa bahayanya pakaian bekas ini, bila digunakan. Pasalnya, baju bekas ilegal akan selalu ada dan makin banyak jumlahnya, karena konsumen Indonesia banyak yang beli. (Tr3)