TOTABUAN.CO–Negara ekonomi terbesar di Timur Tengah, Arab Saudi mengalami kesulitan parah karena merosotnya pertumbuhan ekonomi. Ini sebagai dampak anjloknya harga minyak dunia, konflik regional serta menguatnya dolar Amerika Serikat (USD).
Bahkan International Moneter Fund (IMF) sebelumnya telah memperingatkan Arab Saudi kalau penurunan tajam harga minyak dunia akan melemahkan pertumbuhan ekonomi.
Dilansir dari CNBC, pertumbuhan ekonomi Arab Saudi diprediksi hanya 2,8 persen pada 2015. Pertumbuhan juga akan terus menurun hingga 2,4 persen pada 2016 mendatang. Padahal, 2014 silam, pertumbuhan ekonomi Arab Saudi masih menyentuh angka 3,5 persen.
Penjualan minyak tahun ini diprediksi hanya akan memberi kontribusi sebesar 24,2 persen pada perekonomian Arab saudi. Angka ini turun drastis dari tahun lalu, di mana penjualan minyak berkontribusi 32,6 persen pada pertumbuhan.
“Risiko terhadap prospek pertumbuhan mengarah ke sisi negatif. Risiko utama rendahnya harga minyak dunia karena melemahnya permintaan global dan meningkatnya pasokan,” kata IMF dalam laporannya seperti dilansir dari CNBC diJakarta , Kamis (10/9).
Head of frontier markets strategy at Exotix Partners, Hasnain Malik berharap Arab Saudi bisa bertahan selama harga minyak tetap rendah, mengingat perekonomian Arab selama ini ketergantungan secara langsung maupun tidak langsung pada pendapatan minyak.
“Ada badai besar menyebabkan keprihatinan global maupun lokal,” ucap Hasnain.
Arab Saudi adalah anggota dominan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) di mana 80 persen pendapatan ekspor negara didapat dari penjualan minyak dan gas. Hal ini sangat berisiko ketika harga minyak dunia anjlok dalam 12 bulan terakhir.
IMF memprediksi, Arab Saudi akan mengalami defisit fiskal mencapai 19,5 persen tahun ini. Hal ini didorong oleh menurunnya pendapatan minyak serta meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk biaya operasi militer di Yaman.
Sumber;Merdeka.com