TOTABUAN.CO – Suatu hari di Bulan September 2014, suara teriakan seorang nenek menguak kejadian mengerikan di balik sebuah pintu yang terkunci. Di sebuah kamar rumah yang terletak di Springville, Utah, Amerika Serikat, 1 keluarga ditemukan tak bernyawa.
Jasad kaku ayah, ibu, dan 3 anak yang masih remaja tanggung terbaring di atas tempat tidur. Polisi yang menyelidiki kematian mereka tak menemukan tanda-tanda kekerasan. Polisi justru menemukan cangkir berisi cairan mencurigakan di sebelah masing-masing jasad.
Dalam konferensi pers Selasa 27 Januari 2015 waktu setempat, Kepala Kepolisian Springville, J. Scott Finlayson mengatakan, berdasarkan bukti-bukti, para penyelidik menyimpulkan, para korban tewas akibat keracunan narkoba, entah itu metadone, heroin, atau campuran obat lainnya — di antaranya obat flu. Motifnya diduga bunuh diri.
Sebelum kejadian, pasangan Benjamin dan Kristi Strack dilaporkan sempat berkeluh kesah pada teman maupun keluarga. Mereka mengaku khawatir, kiamat segera menjelang.
Polisi juga menemukan surat lama yang ditulis oleh Kristi, yang ditujukan pada Dan Lafferty, pelaku pembunuhan sejumlah anggota keluarganya — istri kakak dan putrinya yang baru berusia 15 bulan — ‘atas nama Tuhan’.
Kasus pembunuhan berlatar belakang keyakinan itu dicatat dalam buku John Krakaue “Under the Banner of Heaven” yang terbit 2003 lalu.
Penyidik mengatakan Kristi Strack sangat tertarik pada kasus itu dan menjalin persahabatan dengan Dan Lafferty.
Pihak berwenang kemudian menyimpulkan, pasangan Strack melakukan bunuh diri. Dua anak termuda dinyatakan tewas dibunuh, meski Finlayson mengatakan, tak ada tanda-tanda perlawanan.
Sementara, kematian putra sulung Benson Strack, belum bisa dipastikan, apakah dibunuh atau memilih mati. Polisi mengatakan, Benson sempat menulis surat perpisahan, mewariskan beberapa barang untuk sahabatnya.
Finlayson menambahkan, berdasarkan keterangan dari sejumlah orang, diindikasikan pasangan keluarga Stracks khawatir tentang kejahatan di dunia dan ingin lari dari ‘azab yang akan datang’.
“Diduga mereka khawatir tentang kiamat yang tertunda,” kata Finlayson seperti dimuat News.com.au, Rabu (28/1/2015). “Sejumlah teman mereka berpikir, bunuh diri mungkin adalah bagian dari rencana mereka. Sementara, lainnya tadinya yakin, keluarga itu hanya akan pindah ke suatu tempat.”
Polisi percaya bahwa Benjamin Strack adalah yang terakhir tewas. Sebab, ia satu-satunya anggota keluarga yang jasadnya tidak ditutupi selimut.
Catatan pengadilan menunjukkan Benjamin dan Kristi Strack memiliki rekam jejak masalah hukum dan keuangan. Mereka juga menjalani terapi obat, berdasarkan perintah pengadilan beberapa tahun yang lalu.
sumber: liputan6.com