TOTABUAN.CO — Kepolisian di wilayah utara China mengusut dan memburu sekitar 100 wanita asal Vietnam yang hilang. Mereka menghilang setelah dijual untuk dijadikan istri oleh pria Tiongkok. Selain itu, polisi mencari makelar penjualan yang juga menghilang.
Seperti dilansir CNN, Jumat (12/12/2014), para wanita itu hilang dari Kota Handan di Provinsi Hebei dekat Beijing pada akhir November. Menurut seorang penyidik, ada kemungkinan hilangnya mereka adalah suatu kejahatan yang terorganisir, direncanakan hanya untuk menguras kantong para bujangan yang ingin menikah.
Makelar tersebut adalah seorang wanita dari Vietnam yang menikah dengan pria Tiongkok dan sudah tinggal di negara itu selama 20 tahun. Ia menjanjikan para bujangan Hebei wanita asal Vietnam.
“Jika mereka saling suka, maka pria itu membayar sejumlah uang berdasarkan usia pasangan, dan mereka bisa menikah,” ujar penyidik tersebut seperi diwartakan, China Daily, Kamis 11 Desember 2014.
China Daily menulis, seorang pria membayar 115 ribu yuan atau lebih dari Rpv230 juta untuk menikah dengan wanita Vietnam. Adapun menurut pejabat Tiongkok yang enggan disebut namanya, membeli pengantin ini telah menjadi tradisi di wilayah pedesaan.
Kepolisian mengatakan bahwa layanan biro jodoh internasional dan pernikahan lintas batas melalui makelar adalah ilegal dan bisa termasuk dalam kasus perdagangan manusia.
Namun praktik ini tumbuh subur di China. Sebab, jumlah pria lebih banyak ketimbang wanita. Kondisi ini diperparah dengan kebijakan satu anak di Negeri Tirai Bambu.
Merujuk data Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada 118 anak pria yang lahir untuk setiap 100 wanita di China. Jumlah ini sedikit meningkat dibanding 4 tahun silam yang hanya 113 berbanding 100 wanita.
sumber : liputan6.com