TOTABUAN.CO-Pengamat terorisme dari Certified International Investment Analyst (CIIA), Harits Abu Mulya, menyebutkan pasca aksi pengeboman dan penembakan di Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, polisi tak berhasil mengejar pelaku utama.
“Sebagian pelaku yang ditangkap polisi hanya berada di lingkaran luar dari jaringan Santoso,” kata Harits
Menurut Harits, jaringan Santoso ini tak terkait dengan pengeboman dan penembakan di Thamrin. Dia menyebutkan, kelompok yang bertanggung jawab atas serangan di Thamrin adalah jaringan Sulaiman Aman Abdurahman, orang yang mengklaim sebagai amir Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Asia Tenggara.
Salah satu pelaku yakni Afif alias Sunakim yang berasal dari Sumedang, Jawa Barat. Sunakim merupakan anak didik yang pernah menjadi tukang urut Aman.
Menurut Harits, hanya di waktu seminggu pertama setelah peristiwa Thamrin, polisi berhasil melumpuhkan anak buah Aman. “Setelah itu, berbagai penangkapan dugaan teroris tidak terkait Aman, tapi merupakan jaringan Santoso. Tidak terkait sama sekali dengan peristiwa Thamrin,” kata Harits.
Santoso adalah Amir, atau pemimpin Mujahidin Indonesia Timur. Santoso yang bercita-cita membentuk Negara Islam Indonesia ini kerap melakukan aktivitas di pegunungan di Sulawesi. Di antaranya di Gunung Mauro, Tambarana, Poso Pesisir, serta di daerah Gunung Biru, Tamanjeka, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Menurut Harits, orang-orang yang ditangkap polisi adalah jaringan terluar yang berperan memberikan suplai logistik kepada Santoso. “Kalau polisi hanya memburu mereka, ini hanya memotong urat nadi, bukan kepalanya,” katanya.
Menurut Harits meskipun para penyuplai dihabisi akan ada simpatisan lain yang menggantikannya. Pasalnya, Santoso ini memiliki banyak pendukung yang jumlah diprediksi Harits mencapai puluhan orang.
Para pendukung ini memiliki kesamaan kultur dengan Santoso, yakni para pendatang dari luar Jawa seperti dari Bima, Jawa atau Bugis yang tinggal di Sulawesi. “Mereka juga antipati terhadap aksi polisi yang membunuh tanpa ada peradilan, dan memilih mendukung Santoso,” kata Harits.
Selain itu, banyak pendukung Santoso, kata Harits, yang merupakan para simpatisan ISIS yang gagal ke Suriah. “Para simpatisan ISIS yang gagal ke Suriah memilih mendukung Santoso,” katanya.
Penyebab polisi yang tak berhasil menangkap pemain utana jaringan Santoso, kata Harits, di antaranya disebabkan kendala di lapangan. Untuk menyerbu sarang jaringan Santoso, dibutuhkan kemampuan khusus. Apalagi, Santoso menerapkan pola perang gerilya yang membuat polisi kesulitan mengejarnya.
“Perlu kemampuan ala militer untuk mengejar hingga ke sarang Santoso,” katanya.
Sumber:cnnindonesia.com