TOTABUAN.CO – Sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) Abu Bakar Baasyir yang ketiga, digelar di PN Cilacap, Selasa (9/2). Dalam persidangan, Baasyir mengakui ikut membantu dalam pelatihan di Pegunungan Jalin Janto, Aceh.
“Peran saya di dalam (latihan militer) hanya memberi uang. Saya enggak ngerti (untuk pelatihan militer) dan bahkan ikut melatih, apalagi merencanakan,” kata Baasyir.
Dia tidak menjelaskan rinci berapa nominal uang yang dikeluarkan untuk mendukung pelatihan tersebut, cuma mengungkapkan bantuan darinya hanya sedikit.
“Jadi yang perlu diketahui, saya ikut membantu itu (pelatihan militer) bukan senjatanya, tetapi ini adalah kewajiban agama. Jadi dalam hal ini saya menghadapi dua tantangan, perintah Allah dan larangan pemerintah,” ujarnya.
Dia mengemukakan, latihan senjata tersebut menurut aturan pemerintah dilarang, karena tidak ada izin dari yang berwenang.
“Karena menjalankan perintah Allah, tak perlu minta izin manusia. Tetapi kalau mengamalkan perintah manusia perlu izin Allah. Karena pemerintah tidak menganut syariat Islam, jadi itu dianggap salah,” katanya.
Dia mengaku sadar dengan pilihan untuk tetap menjalankan perintah Allah, lantaran tuntutan agar taat terhadap perintah agama.
“Kalau saya tidak amalkan perintah Allah, saya masuk penjara di akhirat. Tetapi kalau saya tetap taat kepada Allah, saya akan masuk penjara di dunia. Itu saya sudah sadari. Saya menghindari penjara di akhirat, meskipun harus masuk penjara di dunia,” ujarnya.
Pada sidang sebelumnya yang digelar hari Selasa (12/1), Baasyir mengakui latihan tersebut menjadi persoalan karena pemerintah berkuasa tidak berdaulat Islam. dia mengemukakan, persoalan pelatihan militer fisik dengan menggunakan senjata sebenarnya hanya kesalahan ringan.
“Karena yang memerintah, yang berkuasa tidak berdaulat Islam, maka latihan ini disalahkan. Ini sebenarnya kesalahan ringan, oleh jaksa dan hakim dibesar-besarkan dengan menuduh amalan teror yang mengganggu dan membahayakan keamanan negara,” ucap Baasyir.
Selain itu, Baasyir menyatakan tuduhan disampaikan jaksa dan hakim saat memvonisnya bersalah tidak berdasar pada bukti kuat. Menurut dia, tuduhan itu merupakan bukti rekayasa politik.
“Tuduhan ini sebenarnya tidak berdasar hukum mereka, karena sama sekali tidak didasari bukti. Semua saksi inti tidak boleh menghadiri sidang. Mereka menyampaikan kesaksian melalui teleconference dari tahanan mereka. Ini berarti, menuduh dengan cara rekayasa politik, tujuannya untuk menghalangi perjuangan saya menegakkan Islam,” sambung Baasyir.
Karena itu, Baasyir mengatakan keputusan hakim terhadap pelaksana kegiatan latihan militer di Aceh adalah bentuk kezaliman dan tidak adil.
“Justru mereka mengingkari undang-undang sendiri karena memutuskan tanpa bukti yang jelas. Kami minta hakim berbuat jujur. Takutlah kepada Allah. Karena jaksa dan hakim akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah,” ucap Baasyir.
Sumber:merdeka.com