TOTABUAN.CO — Lukisan purba di gua-gua di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, terbukti berusia lebih dari 40 ribu tahun. Hal ini berimplikasi mengubah sejarah seni lukis dunia yang selama ini dianggap bermula di Eropa.
Pembuktian usia lukisan-lukisan di dinding gua tersebut tersebut dilakukan oleh tim yang dipimpin pakar arkeologi dan geokimia Dr Maxime Aubert dari Griffith University, Australia.
Dr Aubert menjelaskan, lukisan-lukisan tersebut, termasuk di antaranya berupa lukisan Babi Rusa, terbuat dari bahan iron oxide yang dicampur dengan air. Lukisan-lukisan di dinding gua ini sebenarnya telah ditemukan tahun 1957 dan saat ini para ahli memperkirakan berusia sekitar 4.000 tahun saja.
Kini, tim yang dipimpin Dr Aubert melakukan pengujian ulang untuk menentukan waktu pembuatan lukisan dinding gua tersebut. Dengan menggunakan metode yang disebut U-series dating, hasil yang ditemukan ternyata sangat berbeda.
“Banyak lukisan yang kami uji usianya, yang mencapai 40 ribu tahun. Ini berarti usia lukisan-lukisan tersebut sama dengan usia lukisan di dinding-dinding gua di Eropa,” jelas Dr Aubert kepada ABC.
Ada 12 lukisan berbentuk tangan dan dua lukisan berbentuk Babi Rusa yang diuji oleh tim peneliti ini. Tim Dr Aubert melakukan mengukuran terhadap rasio kandungan zat uranium dan thorioum pada lapisan yang mirip sralaktik yang menutupi lukisan-lukisan di di dinding gua di Kabupaten Maros tersebut.
“Kami tidak bisa mengukur usia lukian itu sendiri, tapi kami bisa memastikan lapisan kalsium karbonat yang menutupi lukisan itu. Usianya kebanyakan berkisar 40 ribu tahun,” katanya.
“Banyak yang percaya selama ini bahwa sesuatu yang istimewa terjadi di Eropa 40 ribu tahun lalu dengan munculnya lukisan dan inilah awal mula manusia berubah menjadi modern,” kata Dr Aubert.
Ia menjelaskan, hingga saat ini lukisan di El Castillo di Spanyol dipercaya lukisan batu yang paling tua usianya, sekitar 41 ribu tahun.
Namun, dengan pembuktian usia lukisan di dinding gua di Kabupaten Maros, sejarah manusia modern yang mulai mengenal seni lukis, kini bergeser dari Eropa sebagai pusat.
“Kami bisa pastikan bahwa manusia modern telah membuat seni lukis di Sulawesi 40 ribu tahun silam,” ujar Dr Aubert.
Penemuan ini, kata Aubert, bisa berarti manusia telah mengembangkan kemampuan seni sebelum meninggalkan Afrika dan mengembara ke Eropa dan Asia. Atau bisa pula, manusia pengembara tersebut mengembangkan kemampuan imajinasi seninya secara independen di berbagai wilayah pengembaraan mereka.
“Hasil penelitisan kami ini memungkinkan kita ber geser dari model sejarah seni dunia yang berpusat di Eropa,” katanya.
Menanggapi temua tim Dr Aubert ini, arkeolog Dr Bruno David dari Monash University menyatakan, “Penemuan di Sulawesi ini sangat penting bagi pengetahuan kita mengenai manusia sebagai makhluk berbudaya yang mampu berkomunikasi melalui simbol-simbol.”
“Australia sendiri memiliki potensi seni lukis yang sama dan bahkan lebih awal lagi dari Sulawesi,” kata Dr David.
Professor Brad Pillans, geolog dari Australian National University mengatakan, anggapan bahwa Eropa merupakan pusat dimulainya seni lukis karena bukti yang ada selama ini menunjukkan lukisan paling tua berada di Spanyol.
Namun dengan temuan di Sulawesi, “Kita harus pikirkan kembali persebaran manusia dan kemampuan seni lukis mereka”.
sumber: detiknews.com