TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Kabar terkait pengambilan paksa jenazah Covid-19 di Rumah Sakit Umum Kotamobagu bakal berbuntut panjang. Pasalnya, aksi tersebut dinilai melanggar undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan. .
Berdasarkan keterangan pihak rumah sakit Kotamobagu, jenazah terkonfirmasi positif yang telah meninggal diambil secara paksa pihak keluarga dan menolak untuk dilakukan protokoler Covid.
Jenazah dibawa dengan menggunakan mobil pribadi dan dimakamkan tanpa menggunakan protokoler kesehatan sesuai pentunjuk kementrian kesehatan.
Kapolres Kota Kotamobagu AKBP Prasetya Sejati mengatakan, siap mengusut aksi tersebut.
“Jika terbukti bisa dikenai ketentuan undang-undang yang berlaku,” tegasnya.
Kejadian pengambilan jenazah pasien Corona pernah terjadi disejumlah daerah.
Seperti kejadian di Makassar, pihak kepolisian menangkap sejumlah orang terkait kejadian tersebut. Ada 39 orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Mereka yang ditetapkan tersangka karena terlibat dalam pengambilan paksa jenazah COVID-19 di 3 rumah sakit berbeda.
Mereka yang ditetapkan dikenai pasal berlapis salah satunya Pasal 93 undang-undang nomor 6 Tahun 2018 tentang karantina kesehatan.
Dari 39 tersangka yang ditetapkan itu, dua diantara anak dari seorang ibu yang dibawa kabur saat menjalani perawatan dengan status PDP Corona.
Pelaku yang membawa kabur pasien PDP Corona dari ruang isolasi RS Bhayangkara Polda Sulsel adalah anak sang pasien.
Pasal 93 undang-undang nomor 6 tahun 2019 menyebutkan, Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Juru bicara RS Kotamobagu Yusrin Mantali menyebutkan, sebelum pihak keluarga mengambil jenazah tersebut sempat adu mulut dengan petugas di IGD. Pihak keluarga menolak untuk dilakukan protokoler Civod sebagaimana yang telah diatur. Mereka meyakini bahwa jenazah tersebut tidak terpapar Covid-19, meski telah dijelaskan soal hasil pemeriksaan. (*)