TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU—Kasus dugaan korupsi dana Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) yang melibatkan mantan Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Marlina Moha Siahaan (MMS) saat ini sudah ditangan pihak Kejaksaan Negeri Kotamobagu. Paska diserahkannya barang bukti dan tersangka dari penyidik Polres ke Kejaksaan Negeri Kotamobagu pada (1/6) lalu banyak pihak berharap penyelesaian kasus tersebut benar-benar transparan.
Namun harapan masyarakat terkait penuntasan kasus tersebut tampaknya pudar seiring pihak Kejaksaan Negeri Kotamobagu keluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) ke Kejaksaan Tinggi tertangal 8 Juli lalu.
Pihak Kejaksaan Negeri Kotamobagu pun punya alasan kenapa dikeluarkannya SKPP itu. Padahal sejak 2013 lalu, berkas hasil pnyelidikan tersebut sudah dinyatakan P21.
Kepala Kejaksaan Negeri Kotamobagu Fien Ering menjelaskan, dikeluarkannya SKPP itu karena berkas milik ketua DPD II Golkar Bolmong itu tidak cukup bukti. Alat bukti berupa pernyataan dari terdakwa Mursit Potabuga, Cimy Hua, Ikram Lasingaru dan Suharjo Makalalag waktu disidang di pengadilan Tipikor waktu lalu telah dicabut.
“Jadi alasan kenapa dikeluarkannya SKPP karena memang tidak cukup bukti. Empat saksi telah menarik pernyataan dengan membuat surat pernyataan yang dilampirkan dalam berkas milik MMS. Ada Empat saksi yang mencabut pernyataan. Sehingga dengan mengkaji dan meneliti, berkas milik dari Ibu Marlina itu ternyata tidak cukup bukti,” kata Fien Ering di ruang kerjanya Rabu (22/7).
Fien yang didampingi Kasie Pidana Khusus Ivan Bermuli dan Kasie Intel Idil kepada wartawan menambahkan, untuk alat bukti kasus MMS hanya satu alat bukti. Di mana alat bukti itu yakni pernyataan Mursid Potabuga saat di pengadilan waktu lalu.
“Setelah diteliti lagi, ketika alat bukti dicabut tentu ini sangat lemah,” tambahnya.
Fien sendiri mengakui ketika SKPP itu dikeluarkan dia sendiri telah diwawancarai pihak Kejaksaan Tinggi soal alasan dikeluarkannya SKPP itu. Bahkan kata Fien, dia tidak merasa kuatir tentang adanya komplain atau gugatan dari pihak lembaga atau penggiat anti korupsi untuk melakukan praperadilan soal sikapnya terkait kasus ini.
“Tidak. Lembaga mana yang akan mengkomplain atau menggugat. Tidak ada yang kuatir. Silahkan saja. Sebab analisa ini penuh dengan hati nurani saya,” tegas Fien.
Namun meski demikian, SKPP lanjutnya tidak bisa menjamin. Jika ada novum atau alat bukti baru, tentu kasus ini akan dibuka kembali untuk dilanjutkan, pungkasnya.
Kasus dugaan korupsi TPAPD diketahui sudah enam yang menjalani vonis. Sementara masih ada dua tersangka lagi saat ini masih dalam penyelidikan. (Has)