TOTABUAN.CO– Kematian seorang wanita, Mirna Salihin, di sebuah mal besar di Jakarta masih menyimpan tanda tanya besar. Bagaimana dia bisa meninggal hanya karena minum kopi, siapa pelakunya dan bagaimana bila dugaan polisi akan adanya racun sianida itu benar?
Regional Coordinator di WHO South East Asia Regional Office Prof dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan sianida merupakan zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu.
“Efek sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Di sisi lain, sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida juga dapat diproduksi oleh bakteri, jamur, dan ganggang. Sianida juga ada dalam asap rokok, misalnya, juga asap kendaraan bermotor, bahan industri, pertambangan dan lainnya,” katanya.
Sedangkan hidrogen sianida, kata Tjandra, merupakan cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.
“Hidrogen sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Dalam dosis besar, sianida dapat sangat fatal akibatnya. Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil, maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan dari tubuh. Namun bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengeluarkannya. Bila sianida masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di hati,” ujarnya.
Keracunan sianida bukan hanya berakibat buruk pada sistem kardiovaskuler, tapi juga peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah di dalam otak, sistem pernapasan dan sistem susunan saraf pusat. Sistem endokrin biasanya terganggu pada keracunan kronik sianida.
Dan yang mengakibatkan timbulnya kematian adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase, sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobic serta gangguan respirasi seluler. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal.
“Tanda awal dari keracunan sianida adalah peningkatan frekuensi pernapasan, nyeri kepala, sesak napas, perubahan perilaku seperti cemas, agitasi dan gelisah serta berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap susunan saraf pusat dalam bentuk tremor, aritmia, kejang-kejang, koma, dan penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung,” katanya.
Di sisi lain, menurut ahli kesehatan, John P. Cunha, DO, FACOEP, sianida bekerja dengan membuat tubuh terhenti dari akses oksigen sehingga manusia akan meninggal lebih cepat.
“Sumber sianida bisa dari asap kebakaran dari karet, plastik, dan sutera, penelitian kimia, plastik sintetis, pengolahan logam, dan industri elektroplating menggunakan sianida. Aprikot, kentang dan singkong yang dikonsumsi berlebihan juga disebut dapat mengeluarkan sianida,” kata Cunha, seperti dikutip Emedicinehealth.
Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah asap rokok. “Sianida secara alami ditemukan dalam tembakau, dan perokok memiliki lebih dari 2,5 kali sianida dalam darah walaupun umumnya tidak cukup menyebabkan keracunan.”
Cunha menambahkan keracunan sianida tidak dapat diobati di rumah. Bahkan dokter pun kerap salah menilai dan pasien akan cepat meninggal. “Racun sianida akan menyebar cepat dalam tubuh. Banyak yang tidak dapat tertolong. Untuk itu, ketika muncul gejala pasien harus ditangani tenaga medis secepat mungkin,” katanya.**
Sumber:liputan6.com