TOTABUAN.CO — Tak semua pengusaha menyambut baik langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melarang kapal ikan besar mengalihkan muatan di tengah laut atau transhipment. Ada saja mengaku menderita karenanya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN) Eddy Yuwono mengungkapkan, pemerintah tidak seharusnya memukul rata dalam menjalankan kebijakan tersebut. Diperkirakan, pelarangan transhipment bakal berdampak penurunan pasokan ikan di dalam negeri.
“Ke depan akan seperti itu kalau tidak dievaluasi. Orang tidak akan berani melaut,” tuturnya saat ditemui di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa (2/12).
Eddy mengungkapkan, hasil tangkapan di laut semakin sulit diprediksi memaksa kapal ikan melebarkan wilayah operasinya. Nah, transhipment menjadi cara operator kapal ikan lokal menekan biaya operasional di tengah harga solar subsidi terus meninggi.
“Dengan transhipment biaya operasional bisa ditekan sekitar 50 persen untuk sekali perjalanan.”
Selain itu, transhipment dilakukan guna menjaga kesegaran ikan sehingga harga jual tetap tinggi
Dia menguraikan, ada dua mekanisme transhipment biasa dipergunakan. Pertama, transhipment antarkapal satu bendera.
“Misal, saya punya 12 kapal, nah itu melaut semua,” kata Eddy. “Jika ada salah satu kapal mau pulang, maka kapal lain bisa menitipkan hasil tangkapannya. Itu kan transhipment juga.”
Dengan demikian, lanjutnya, kapal lain itu bisa kembali berlayar menangkap ikan dengan muatan kosong. “Jadi lebih banyak hasil yang kita dapat,” tandasnya.
Kedua, transhipment antara kapal penangkap ikan dengan kapal pengangkut.
“Dimana kami menitipkan hasil tangkapan, itu ada bayarannya. Per kilo itu berapa untuk biaya operasionalnya. Jadi bekerja sama.”
Atas dasar itu, menurut Eddy, seharusnya pelarangan transhipment hanya diberlakukan kepada kapal besar, terutama asing, membawa ikan dari laut nusantara ke luar negeri. Tak ada alasan pemerintah sulit membedakan antara kapal ikan nasional dan asing
“Kontrolnya gampang padahal. Setiap kapal di atas 30 GT itu kan wajib memasang Vehicle Monitoring System (VMS). Dengan itu, bisa terlihat ini kapal ngumpulnya dimana dengan kapal mana saja. Benderanya juga terlihat kan,” paparnya.
sumber : merdeka.com