TOTABUAN.CO — Bank Indonesia menyosialisasikan uang rupiah asli di wilayah perbatasan Sulawesi Utara dan Filipina guna memberikan pemahaman tentang pentingnya masyarakat setempat jeli saat melihat uang rupiah.
“Wilayah perbatasan biasanya rentan dengan pengedaran uang palsu, oleh karena itu secara intensif, BI melakukan sosialisasi di Kabupaten Kepulauan Talaud yang berbatasan langsung dengan Filipina,” kata Deputi BI Perwakilan Sulut Dudung Setiasi di Manado, Kamis, (6/11/2014).
Sosialisasi keaslian uang rupiah ini, katanya, selain di sejumlah tempat umum, juga sekolah dan pasar-pasar tradisonal.
Tim BI melakukan interaksi langsung dengan masyarakat yang berkunjung ke Kepulauan Talaud yang setiap hari melakukan transaksi pembayaran dengan uang rupiah.
“Kami sosialisasikan tentang pengenalan uang rupiah melalui 3D. Pengenalan secara manual ini untuk mengatasi kendala bagi mereka yang tidak memiliki alat pendeteksi keaslian uang rupiah,” katanya.
Ia menjelaskan tentang teknik 3D untuk mengetahui keaslian uang rupiah, yakni dilihat, diraba, dan diterawang.
Ia menjelaskan uang rupiah harus dilihat warnanya yang terlihat terang dan jelas, terdapat benang pengaman yang ditanam pada kertas uang dengan suatu garis melintang atau beranyam dan berubah warna.
Pada sudut kanan bawah, katanya, terdapat lingkaran yang warnanya dapat berubah apabila dilihat dari sudut pandang berbeda atau biasa dikenal OVI (Optical Variable Ink).
Pada setiap uang terdapat angka, huruf, burung garuda, dan gambar utama yang bila diraba akan terasa kasar atau dikenal sebagai Cetak Intaglio.
Selain itu, katanya, setiap uang terdapat tanda air berupa gambar pahlawan dan terlihat jelas bila diterawang ke arah cahaya atau biasa dikenal Water Mark.
Terdapat huruf atau logo BI saling mengisi yang beradu tepat di muka dan belakang atau dikenal dengan Rectoverso.
“Pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah 3D merupakan teknik paling mudah yang bisa diterapkan oleh siapapun,” katanya.
Hal itu, katanya, juga berkaitan dengan UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Ia menjelaskan tentang undang-udang itu, yakni menyimpan uang palsu (Pasal 36 Ayat 2) ada sanksi penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Selain itu, merusak atau memotong uang rupiah (Pasal 35 Ayat 1) maksimal penjara lima tahun dan denda maksimal Rp1 miliar, menolak uang rupiah sebagai alat pembayaran (Pasal 33 Ayat 1 dan 2) diancam penjara maksimal satu tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.
“Oleh karenanya, kami juga sampaikan sosialisasi ini kepada teman-teman dari perbankan khususnya ‘teller’ karena penting. Mereka setiap hari berhubungan langsung dengan nasabah dan penting untuk mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah maupun UU Mata Uang sebagai pedoman mereka,” katanya.
sumber : suara.com