TOTABUAN.CO– Gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih liar seperti gerak mata uang Asia lainnya. Hal ini terjadi karena belum adanya kepastian di China dan juga mengenai penurunan harga minyak dunia.
Mengutip Bloomberg, Rabu (13/1/2016), rupiah dibuka pada level 13.895 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di level 13.909 per dolar AS. Pada pukul 12.05 WIB, rupiah berada di level 13.844 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang, rupiah berada di kisaran 13.814 per dolar AS hingga 13.895 per dolar AS. Sejak awal tahunh, rupiah melemah 0,40 per dolar AS.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah berada di kisaran 13.861 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan perdagangan sebelumnya yang ada di level 13.835 per dolar AS.
Ekonom PT Samuel Sekuritas, Rangga Cipta menjelaskan, rupiah terbawa arus global yang sedang dalam ketidakpastian. “Rupiah sempat menguat tajam di pembukaan Selasa tetapi akhirnya melemah terbawa arus penguatan dolar AS di Asia yang masih dipicu ketidakpastian di China serta prospek buruk harga komoditas,” jelasnya.
ketidakpastian tersebut tentu saja mengurangi harapan pemangkasan BI rate yang pembahasannya oleh BI akan dimulai pada hari ini dan disimpulkan besok sore.
Analis Pasar Uang HSBC New York, Daragh Maher menjelaskan, dolar AS memang sedang menguat karena pelaku pasar sedang menyelamatkan posisinya dengan mengoleksi dolar AS.
Permintaan yang besar terhadap dolar AS tersebut membuat nilai tukar di Asia melemah pada kemarin sore. Pada perdagangan saat ini, kemungkinan besar dolar AS masih akan terus menguat.
Beberapa risiko yang menjadi perhatian pelaku pasar adalah ketegangan di Timur Tengah. Selain itu, penurunan harga minyak yang mencapai level US$ 30per barel juga ikut menambah ketidakpastian.
Sumber: liputan6.com