TOTABUAN.CO — Belum pulihnya kondisi makro ekonomi global, tingginya harga bahan bakar yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional, serta depresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD, yang mencapai lebih dari 20 persen, Garuda Indonesia mencatat hingga kuartal III 2014, perseroan membukukan kerugian (comprehensive loss) USD 206,4 juta.
“Melambatnya pertumbuhan ekonomi global berpengaruh pada penurunan permintaan untuk rute-rute internasional dan penurunan kinerja Garuda, khususnya di kawasan Asia Pasifik yang pasarnya memang semakin kompetitif,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam rilis yang diterima merdeka.com, Kamis (13/11).
Dia mengatakan, tertekannya profit Garuda juga dipengaruhi lambatnya pengembangan infrastruktur transportasi udara nasional yang berdampak pada inefisiensi operasional penerbangan dan ekspansi maskapai penerbangan murah dan maskapai penerbangan Timur Tengah. “Tertekannya kinerja perusahaan juga dipengaruhi oleh langkah investasi dalam pengembangan armada dan Citilink selama periode dua tahun terakhir,” ungkapnya.
Emirsyah menegaskan Garuda Indonesia terus melaksanakan langkah-langkah perbaikan, memperkuat pasar domestik, melaksanakan penundaan pembukaan rute internasional, menutup rute yang merugi, serta memaksimalkan aliansi global SkyTeam untuk memperkuat pasar internasional.
Akibat kerugian tersebut, perseroan mengurangi kapasitas sementara ini melalui penghentian operasional pesawat tua yang boros bahan bakar dan menunda kedatangan pesawat yang dipesan, dan lebih meningkatkan penumpang perusahaan, bisnis dan wisata.”Perseroan bakal mengurangi belanja modal tahun 2014 hingga USD 54 juta,” katanya.
sumber : merdeka.com