TOTABUAN.CO – Pemerintah mengajukan pencabutan sanksi larangan terbang tiga maskapai nasional ke Uni Eropa (European Union/EU). Ketiga maskapai tersebut adalah Citilink Indonesia, Lion Air, dan Batik Air.
Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan (Kemhub) Muhammad Alwi mengatakan, untuk proses pelepasan sanksi itu, tim audit keselamatan penerbangan dari EU rencananya datang memeriksa ke Indonesia pada 18-27 April 2016. Tim itu terdiri atas tujuh inspektur.
“Tim tersebut akan me-review kami di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, baik dari segi organisasi dan regulasi. Mereka juga akan melakukan pemeriksaan kepada maskapai-maskapai yang sudah kami ajukan,” ungkap Alwi di sela Workshop bertajuk ‘Persiapan EU On-Site Visit dan Penyelesaian Corrective Action terhadap FAA IASA 2016’, di Jakarta, Selasa (29/3).
Alwi menjelaskan, kedatangan tim dari EU itu setelah melalui sejumlah proses yang dimulai pada Oktober 2015. Ketika itu, Indonesia diundang oleh 28 negara anggota EU untuk memaparkan kondisi penerbangan sipil di Tanah Air. Kemudian, pada 29 November 2015, Pemerintah Indonesia kembali diundang untuk mengemukakan secara lebih rinci penerbangan Indonesia, yakni saat itu pemerintah mengajukan tiga maskapai nasional yang dimohonkan pencabutan sanksi.
“Sehingga, kami bawa tiga maskapai saat itu Citilink, Lion, dan Batik. Ketika itu, EU menerima pemaparan kami dan akan lakukan verifikasi selama sekitar 10 hari. Inspektur dari EU itu adalah tujuh orang. Ke depannya, kami akan mengajukan empat operator lainnya termasuk satu air charter,” tambah Alwi.
Alwi menegaskan agar semua operator penerbangan terus konsisten menjaga pemenuhan standar keselamatan. Selain sebagai kebutuhan atas keselamatan itu, hal tersebut sangat mendukung dalam pencabutan sanksi terbang ke Benua Biru. “Tugas kami adalah untuk memenuhi semua target, termasuk pencabutan larangan terbang untuk sejumlah maskapai,” papar dia.
Sebagaimana diketahui, seluruh maskapai penerbangan nasional dilarang menerbangi langit Eropa sejak 2007 akibat terjadinya sejumlah kecelakaan penerbangan di Indonesia. Pada periode 2009-2011, 10 maskapai nasional dinyatakan dicabut sanksi pelarangan itu. Adapun dari 10 maskapai tersebut, tujuh di antaranya adalah yang masih beroperasi sampai sekarang, yaitu Garuda Indonesia, Indonesia AirAsia, Airfast Indonesia, PremiAir, Cardig Air, AsiaLink, dan Republic Express.
FAA
Selain tengah menyiapkan untuk melepas sanksi EU, pemerintah juga secara simultan berupaya memenuhi tujuh finding items yang perlu diperbaiki untuk mendapatkan kategori I dalam International Aviation Safety Assessment (IASA) dari Federal Aviation Administration (FAA). Pada audit yang dilakukan tim FAA pada 29 Februari hingga 4 Maret 2016 terdapat 283 parameter protokol yang diperiksa.
“Dari 283 parameter yang diperiksa masih ada tujuh finding items. Kalau dipresentasikan, kami sudah memenuhi 97,5 %. Sejak 2007, tingkat keselamatan penerbangan Indonesia itu masih kategori II sampai sekarang. Ini, kita harus tembus ke kategori I,” jelas Alwi.
Dia mengungkapkan, salah satu dari tujuh items yang perlu diperbaiki adalah penambahan jumlah inspektur menjadi 100 orang. Saat ini, Kemhub sudah menambah jumlah inspektur menjadi total sekitar 129 inspektur yang terdiri atas 27 principal operation inspector (POI), 72 flight operation inspector (FOI), 11 aircraft dispatch inspector (ADI), dan 19 cabin safety inspector (CASI).
“FAA meminta jumlahnya menjadi 100 inspektur, tetapi kami tambah menjadi lebih dari 100. Kami yakin itu akan di-approve oleh FAA. Selain jumlah human resources, aspek yang perlu diperbaiki adalah recurrent training,” jelas mantan Direktur Angkutan Udara Kemhub ini.
Alwi mengatakan, untuk memenuhi semua itu, pihaknya diberikan waktu 65 hari sejak 4 Maret 2016 atau pada Mei 2016 oleh FAA. Rencananya, pada 4 April 2016 , FAA akan menyampaikan tujuh aspek yang belum dipenuhi secara resmi kepada Kemhub melalui Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. “Dua bulan lima hari sejak 4 Maret itu diumumkan apakah Indonesia lolos kategori I atau tidak?” ujar Alwi.
sumber:beritasatu.com