TOTABUAN.CO- Jakarta – Masyarakat mengeluhkan tentang besaran listrik yang didapat tak sesuai dengan nominal saat pembelian pulsa listrik. PT PLN (Persero) memang selama beberapa tahun telah mengubah cara pembayaran lisrik dari pasca bayar menjadi prabayar. Lantas apa penjelasan PLN selaku pengelola listrik nasional?
Pelaksana Tugas Manajer Senior Komunikasi Korporat PT PLN Sampurno Martono mengungkapkan, tak sesuainya nilai nominal pembelian listrik dengan pulsa yang didapat karena ada pengenaan biaya yang dipotong langsung melalui pulsa listrik tersebut.
“Kan ada biaya, seperti pajak,” kata Sampurno saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Jumat (31/7/2015).
Sampurno menyebutkan potongan yang ada pada token (pulsa isi ulang) listrik prabayar, antara lain biaya administrasi. Di mana, besaran biaya administrasi bervariasi, tergantung kewenangan masing-masing bank dan jumlahnya bervariasi.
Selain itu, pulsa tersebut terkena potongan Pajak Penerangan Jalan (PPJ). Untuk tarif PPJ ditentukan pemerintah daerah dengan besaran bervariasi. Adapun untuk pelanggan rumah tangga wilayah Jakarta, tarif PPJ adalah sebesar 2,4 persen. “PPJ ini langsung disetor ke kas pemda setempat,” ungkapnya.
Sampurno mengakui adanya tambahan biaya Rp 2.000 yang ditarik oleh bank saat membeli pulsa listrik. Hal itu sesuai dengan peraturan perundangan dan tambahan biaya ini tidak masuk ke kantong PLN.
Menurutnya, tarif listrik prabayar PLN sama seperti tarif listrik pasca bayar dan yang disampaikan sudah sesuai dengan Tarif Tenaga Listrik yang berlaku saat ini.
“Contoh, untuk pelanggan rumah tangga (R1) daya 1.300 Volt Amper (VA) maka tarif pemakaian sama yaitu Rp. 1.352 per kilo Watt hour (kWh),” ungkap dia.
Dia mengingatkan, keuntungan layanan prabayar, pelanggan tidak dikenakan rekening minimum seperti yang dikenakan pada pelanggan pasca bayar sehingga apa yang dibayar pelanggan betul-betul sesuai pemakaiannya. Jika pelanggan tidak menggunakan listrik maka saldo kWh tidak akan berkurang.(Pew/Nrm)
sumber;lupitan6.com