TOTABUAN.CO— Pengamat energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan harga premium seharusnya bisa di kisaran Rp 6.000 per liter jika harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) US$ 40 per barel dan kurs Rp 14.000 serta alpha Rp 1.000.
Jika harga minyak US$ 50-55 per barel dan kurs Rp 14.500 serta alpha Rp 1.000, maka harga premium di kisaran Rp 6.500-7.000 per liter. Adapun formula yang digunakan ialah HIP (harga indeks pasar) + alpha + pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB). Formula tersebut sama yang digunakan Pertamina dalam menyusun harga.
“Penurunan harga sebenarnya sudah bisa dilakukan sejak Agustus lalu, saat harga minyak di kisaran US$ 40 per barel. Perhitungan kami itu harga tersebut sudah termasuk PPN dan PBBKB,” jelasnya.
Pri Agung malah mempertanyakan harga patokan minyak Singapura (Mean of Platts Singapore/MOPS) untuk premium masih tinggi. Menurutnya, harga MOPS premium yang tinggi bukan karena anomali, namun perlu dievaluasi kembali efisiensi dalam pengaturan stok dan pengadaannya. Jika efisiensi pengadaan minyak melalui integrated supplai chain (ISC) berhasil, maka seharusnya harga BBM bisa ditekan.
“Katanya dengan adanya ISC sudah hemat dan efisiensi sekian juta dlar. Mestinya itu ya terefleksi di harga produk akhir (BBM, Red),” ujarnya.
Pada 1 Oktober 2015, pemerintah memutuskan untuk tidak menurunkan harga BBM jenis premium. Harga premium untuk Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) Rp 7.400 per liter, sedangkan di luar wilayah itu Rp 7.300 per liter.
Sumber;beritasatu.com