TOTABUAN.CO — Pengadilan Singapura mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang PT Bumi Resources Tbk (BUMI) produsen batu bara milik keluarga Bakrie.
Hal ini dalam rangka restrukturisasi surat utang perseroan senilai total US$ 1,37 miliar atau sekitar Rp 16,6 triliun.
Utang yang dimaksud meliputi guaranteed senior secured notes yang diterbitkan oleh Bumi Capital Pte Ltd senilai US$ 300 juta, Bumi Investment Pte Ltd senilai US$ 700 juta, dan guaranteed convertible bonds oleh Enercoal Resources Pte Ltd sebesar US$ 375 juta.
Sekretaris Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan, tiga anak usaha perseroan memperoleh penundaan selama enam bulan terhadap upaya hukum dan upaya paksa yang dapat dilakukan oleh kreditor. Keputusan itu diberikan setelah mengajukan permohonan dalam pengadilan Singapura.
“Penundaan dilakukan dalam rangka memfasilitas pembicaraan dengan para pemegang surat utang atau noteholders dan pemegang obligasi (bondholders) dalam rangka melanjutkan upaya restrukturisasi,” kata Dileep dalam keterangan resmi, Selasa (25/11).
Menurut catatan Investor Daily, Bumi Resources menunda pembayaran kupon sebesar 10,75 persen dari surat utang senilai US$ 700 juta. Pembayaran yang seharusnya dilakukan pada Oktober 2014 ditunda hingga akhir November 2014.
Akibatnya, Standard & Poor’s Ratings Services menurunkan peringkat obligasi Bumi Resources yang jatuh tempo pada 2017 itu menjadi default. Obligasi juga telah dikeluarkan dari daftar credit watch yang sebelumnya disematkan pada 13 Agustus 2014 dengan implikasi negatif.
Obligasi ini diterbitkan pada 30 September 2010 melalui Bumi Investment. Ketika itu, Credit Suisse Limited cabang Singapura, Deutsche Bank, dan JP Morgan Limited ditunjuk sebagai joint lead manager. Obligasi dijamin oleh anak-anak usaha perseroan yakni PT Strade Coal, Kalimantan Coal Limited, Sangatta Holdings Limited, dan Forerruner International Pte Ltd.
Hingga akhir 2014, total utang yang harus dilunasi Bumi mencapai US$ 508,5 juta. Jumlah ini terdiri atas fasilitas Country Forest Limited 2009 senilai US$ 337 juta, Credit Suisse 2010-2 senilai US$ 117,5 juta, dan Deutsche Bank 2011 sebanyak US$ 54 juta.
Untuk menekan beban utang lebih jauh, Bumi berencana menjual 50 persen saham PT Fajar Bumi Sakti, perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Timur. Sesuai rencana, dana hasil penjualan akan digunakan untuk melunasi utang sebesar US$ 130 juta.
Manajemen Bumi Resources mengungkapkan, saham Fajar Bumi akan dialihkan kepada Jainson Holding Hong Kong Limited. Pengalihan saham akan dilakukan melalui Bumi Resources Investment dan Leap Forward Resources Limited.
“Perseroan telah meneken perjanjian jual beli bersyarat (conditional sale and purchase agreement/CSPA). Perjanjian tersebut memiliki long stop date selama enam bulan untuk menyelesaikan proses transaksi,” ungkap manajemen, baru-baru ini.
Fajar Bumi tercatat memiliki konsesi seluas 8.250 hektare (ha) dengan total cadangan batubara sebesar 335 juta ton. Perseroan mengelola dua area tambang, yakni Loa Lulung dan Tabang. Aksi penjualan aset tersebut, lanjut Manajemen, merupakan bagian dari komitmen perseroan untuk merestrukturisasi utang. Aksi ini juga dilakukan guna mengurangi beban bunga dan memperkuat struktur keuangan perseroan.
sumber : beritasatu.com