TOTABUAN.CO — Pekerja mandiri yang merupakan bagian dari pekerja informal, memerlukan jaminan sosial ketenagakerjaan yang merupakan hak dan perlindungan bagi mereka.
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Informasi (Balitfo), Kementerian Ketenagakerjaan, Sugiarto Sumas, kepada SP, Minggu (8/3), mengatakan, pekerja mandiri sebagai tenaga kerja di luar hubungan kerja pada umumnya belum mendapatkan perlindungan dengan baik, di samping itu pada umumnya berpenghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).
Sugiarto mengatakan, yang dimaksud pekerja mandiri adalah seseorang yang dalam menjalankan kegiatan ekonominya hanya dilakukan sendiri tanpa dibantu orang lain dan berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar.
Menurut Sugiarto, dari 110,80 juta penduduk Indonesia yang berstatus sebagai pekerja, 37.370.705 orang (33,73%) di antaranya berstatus sebagai pekerja mandiri. Pada tahun 2013 yang berpendapatan lebih kecil atau di bawah UMP yaitu sebanyak 30.006.803 orang, sedangkan yang berpendapatan lebih besar atau di atas UMP hanya berjumlah 7.363.902 orang.
Angka tersebut, kata dia, menunjukkan perlunya pembinaan segera terhadap pekerja mandiri yang penghasilannya masih di bawah UMP agar dapat keluar dari kondisi di bawah garis kemiskinan dengan meningkatkan kualitas dan produktivitas melalui pelatihan kewirausahaan dan mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan dengan bantuan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dialokasikan dari APBN/APBD.
Seperti halnya yang terdaftar saat ini pada BPJS Ketenagakerjaan, kata dia, peserta bukan penerima upah sebanyak 847.232 orang. Tenaga kerja bukan penerima upah adalah setiap pekerja yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri.
“Dengan kata lain pekerja mandiri merupakan tenaga kerja bukan penerima upah yang potensi kepesertaannya saat ini masih terbuka lebar dan harus jadi perhatian,’ kata dia.
sumber : beritasatu.com