TOTABUAN.CO — Pemerintah artinya memberikan jaminan kepada masyarakat terhadap ketersediaan BBM bersubsidi pada sisa tahun 2014. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.
Pria kelahiran 1963 tersebut mengaku telah menyuruh PT Pertamina untuk menyediakan pasokan premium dan solar yang mencukupi hingga akhir tahun.
Dia menjelaskan, perintah tersebut disampaikan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Pertamina Muhammad Husen. Sebagai badan usaha penyalur BBM bersubsidi di Indonesia, Pertamina mempunyai kewajiban untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
Namun, hal tersebut diakui tak boleh melanggar prinsip dasar sebagai korporasi yang harus mencari keuntungan.
“Kami hargai status Pertamina sebagai korporasi. Sebagai distributor, kami meminta Pertamina untuk menyuplai BBM bersubsidi berapapun yang diminta. Pasokan yang dimiliki Pertamina pun dinilai sudah cukup hingga akhir tahun. Kalau pun nanti ada hitungan (subsidi, Red) yang kurang, settlementnya belakangan,” terangnya di Jakarta kemarin (31/10).
Dari laporan terakhir, lanjut dia, realisasi konsumsi BBM bersubsidi saat ini memang sudah melebihi proyeksi normal. Dengan begitu, overkuota di akhir tahun hampir bisa dipastikan meskipun beberapa upaya pengendalian dilakukan.
Karena itu, dia meminta masyarakat Indonesia tak melakukan panic buying yang malah memperparah permasalahan.
“Jadi sikap kami adalah melakukan dua-dua upaya. Yakni, upaya pengendalian dan upaya penambahan. Pengendalian dilakukan untuk meyakinkan distribusinya beres. Kalau penambahan dilakukan bahwa masyarakat tidak akan kekurangan (pasokan BBM bersubsidi). Jadi tak perlu susah-susah mengantri untuk sekedar menambah beberapa liter saja,” ungkapnya.
Soal rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, dia menegaskan bahwa publik seharusnya sudah tahu bagaimana pentingnya mengubah komposisi subsidi energi. Pasalnya, subsidi energi yang dialokasikan hanya habis dalam tahun itu saja tanpa manfaat lebih lanjut. Padahal, masih banyak sektor yang lebih membutuhkan dana tersebut.
“Dalam lima tahun belakangan, dana yang dihabiskan untuk subsidi energi mencapai Rp 1.300 triliun. Sedangkan, dana untuk kesehatan dan pendidikan hanya Rp 600 triliun. Kalau digabung dengan dana pembangunan infrastruktur pun masih mencapai Rp 1.200 triliun. Artinya, uang negara yang dibakar habis lebih besar daripada untuk bangun infrastruktur pendorong ekonomi,” terangnya.
Sebelumnya, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, kenaikan harga merupakan salah satu langkah efektif untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia.
Pasalnya, kondisi tersebut bakal mengecilkan disparitas harga dengan BBM non subsidi. Alhasil, konsumen pun bisa berpindah ke produk seperti Pertamax.
“Kemudian, faktor lain yang menyebabkan konsumsi besar adalah penyimpangan BBM bersubsidi solar ke Industri. Karena harga solar subsidi saat ini hanya Rp 5.500. Jauh beda dengan harga solar non subsidi sekitar Rp 10.000. Tapi, kalau disparitasnya mengecil, oknum yang biasa menyimpangkan pasti tidak tertarik. Karena marginnya terlalu kecil,” terangnya.
Dia menjelaskan, overkuota diperkirakan mencapai 1,9 juta kilo liter. Itu terdiri dari 1,1 juta kilo liter BBM jenis solar dan 800 ribu kl BBM jenis premium. Dengan kenaikan harga BBM, dia meyakini angka overkuota bisa kembali ditekan.
“Memang tetap akan jebol kuotanya. Tapi, kalau disparitasnya diperkecil, angkanya mungkin tak mencapai 1,9 juta kl. Angka pastinya belum kami hitung karena belum ada kepastian rencana kenaikan harga,” ungkapnya.
sumber : jpnn.com