TOTABUAN.CO–Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini kurang bergairah. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015 sebesar 4,67% atau turun dari realisasi kuartal sebelumnya 4,72%.
Hingga semester I, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7%, turun atau melambat dari periode yang sama tahun lalu sekitar 5,17%. Level tersebut melambat karena dipicu lesunya perekonomian global, termasuk negara mitra dagang Indonesia. Serta, pelemahan harga komoditas ekspor Indonesia, seperti batu bara, mineral, dan minyak kelapa sawit.
Perlambatan ekonomi diperparah penyerapan anggaran negara yang masih minim. Salah satu yang terkena imbas adalah sektor industri. Padahal, pemerintah sedang gencar menambah investasi semisal di bidang manufaktur untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional.
Presiden Jokowi kini gencar meningkatkan investasi dalam sektor industri untuk menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak dan kesejahteraan rakyat. Namun pertumbuhan ekonomi nasional dan laju industri saat ini terbebani banyak hal. Mulai dari menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, menurunnya daya beli masyarakat, hingga kenaikan upah dan harga bahan bakar minyak.
“Perlambatan ekonomi Indonesia ini juga tidak semata-mata (dari faktor dalam negeri), kita juga harus melihat ekonomi global secara keseluruhan,” ucap Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat berbincang dengan Liputan6.com di kantornya, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Saleh berkeyakinan pertumbuhan di sektor industri tetap sesuai target, yakni sekitar 6 persen. “Ada beberapa sektor industri yang pertumbuhannya tetap tinggi. Misalnya kimia farmasi tumbuh sekitar 9%, logam dasar, industri makanan minuman, masih tumbuh di atas 8%.”
Menperin pun mengakui sebagian sektor industri mengalami penurunan seperti tekstil, pakaian jadi, kertas, karet, dan permesinan. “Namun ini karena bahan bakunya memang impor.”
Biaya Industri Tinggi
Selain itu, Saleh mengatakan kementeriannya akan terus berjuang untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas industri di Indonesia. Menurut dia, ada dua hambatan dalam peningkatan produksi industri nasional yaitu biaya energi dan biaya logistik.
Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, Saleh menilai biaya energi di Indonesia sampai saat ini masih cukup mahal jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga layaknya Singapura, Malaysia dan Thailand.
“Ini yang terus kita dorong dan perlu koordinasi dengan kementerian lain. Menurunkan harga gas dengan Kementerian ESDM atau BUMN, logistik misalnya dengan Kementerian Perhubungan atau kementerian lainnya, ini agar biaya logistik rendah,” ujar Saleh.
Bila perlu, imbuh Saleh, rantai birokrasi dipangkas, sehingga biaya energi maupun biaya logistik (biaya industri) bisa ditekan.
Apa saja langkah-langkah Kementerian Perindustrian agar sektor industri tetap tumbuh dan menopang perekonomian nasional?
sumber;Liputan6.com