TOTABUAN.CO – Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mencoba memberikan pengertian mengenai kebijakan pemerintah melarang ekspor mineral mentah awal tahun lalu di salah satu forum diskusi World Economic Forum on East Asia 2015 di Jakarta. Menurutnya, keputusan itu diambil demi memberikan nilai tambah untuk produk yang diekspor dari dalam negeri.
“Saya harus katakan, saya tak setuju kalau dibilang kami negara tertutup. Kami tidak proteksionis dan terbuka pada negara lain,” terangnya di acara diskusi World Economic Forum on East Asia 2015 di Jakarta, Selasa (21/4/2015).
Bambang menjelaskan, Indonesia tak bisa terus menerus mengirim komoditas mentahdan harus belajar memberikan nilai tambah pada produk-produk berbasis sumber daya alam yang dikirim ke luar negeri. Terlebih lagi jika Indonesia ingin bergantung pada sektor manufaktur.
Menurutnya, pemahaman value-added tersebut yang mendasari kebijakan larangan mineral mentah ke luar negeri dan sebaiknya dipahami negara lain.
“Lagipula bisa tunjukkan negara maju yang berhasil advanced hanya dengan mengekspor bahan mentah? Kalau bicara ekspor minyak, itu bukan negara maju, tapi negara berpendapatan tinggi,” pungkasnya.
Dengan kebijakan tersebut, Bambang melihat adanya peningkatan investasi asing langsung (FDI) di Tanah Air untuk membangun pabrik pengolahan mineral (smelter), memproduksi baja, alumunium. Menurutnya, menambah nilai produk yang diekspor dan nilai investasi merupakan salah satu resep untuk memproduksi barang di negara sendiri.
“Itu resepnya menjadi negara yang terindustrialisasi dan jadi negara maju,” tegasnya.
sumber: liputan6.com