TOTABUAN.CO — Rencana pemerintahan baru untuk menaikkan harga BBM November nanti rupanya masih menuai protes. Meski didukung oleh kalangan pengusaha, kebijakan tersebut dinilai tak mencerminkan sikap pemerintah yang pro rakyat. Solusi lain untuk mendapatkan dana program pemerintah pun diberikan.
Ketua Dewan Pembina Komunitas Migas Indonesia (KMI) Iwan Ratman mengatakan, saat ini banyak tekanan kepada presiden terpilih Jokowi untuk menaikkan harga BBM secepatnya.
Termasuk, tim transisi Jokowi – JK yang sudah menyatakan pemerintah bakal melakukan kebijakan tersebut November nanti. Namun, pihaknya menilai hal tersebut bakal mempengaruhi kondisi masyarakat Indonesia.
“Logikanya, kenaikan BBM jelas bakal mempersulit kehidupan rumah tangga masyarakat Indonesia. Pasalnya, kenaikan harga BBM ini rencananya tak dibarengi dengan rencana kenaikan gaji karyawan Otomatis, kondisi ekonomi mereka akan terganggu. Belum lagi, inflasi yang bakal menaikkan produk-produk konsumsi, Jelas ini merugikan masyarakat,” terangnya di Jakarta kemarin (7/10).
Dia tak menampik, besaran subsidi BBM yang ada saat ini memang cukup besar. Namun, bukan berarti pemerintah tak punya solusi lain untuk mengimbangi pengeluaran yang tahun depan bakal mencapai Rp 194,2 triliun.
Dia mencontohkan potensi pendapatan tambahan dari kebijakan pajak. Dari kalkulasinya, pemerintah bisa menambah penerimaan pajak hingga mencapai Rp 759,5 triliun dari utak-atik beberapa pajak sektoral.
“Misalnya, pajak kendaraan bermotor. Kan produk inilah yang menyerap BBM bersubsidi Indonesia. Jadi, sudah seharusnya dinaikkan. Kalau saja mobil lama yang jumlahnya mencapai 18 juta dikenakan kenaikan pajak Rp 2 juta per unit, potensi penambahan penerimaan negara mencapai Rp 36 triliun. Lalu, sepeda motor lama sebanyak 86 juta kendaraan bisa dinaikkan Rp 500 ribu dan menambah Rp 43 triliun. Ditambah pajak motor baru yang dinaikkan, potensinya mencapai Rp 89,9 triliun,” rincinya.
Memang, lanjut dia, angka tersebut tak sebesar proyeksi penghematan pembelanjaan pemerintah senilai Rp 120 triliun jika BBM dinaikkan. Namun, dia meniali masih ada beberapa sektor yang bisa dikenakan kenaikan atau bahkan kebijakan pajak baru.
Mulai dari pajak rokok dan alkohol, pajak penghasilan ekspor, hingga pajak transaksi perbankan bisa disetting untuk mendorong penerimaan negara.
“Pajak-pajak yang dinaikkan dan diterapkan ini tidak berdampak kepada rakyat kecil dan miskin. Kemudian, tidak akan mengganggu target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yang paling penting, tambahan penerimaan negara ini memberikan ruang fiskal bagi Jokowi untuk menjalakan program yang lebih produktif,” tambahnya.
Dia menegaskan, kebijakan subsidi BBM memang sudah seharusnya dihapus. Namun, dia menilai masyarakat tak akan bisa menghadapi kenaikan yang terlalu besar. Karena itu, optimalisasi penerimaan negara melalui pajak merupakan solusi sementara untuk menjalankan penghapusan subsidi BBM secara bertahap.
“Kalau tahun ini atau 2015, saya rasa masyarakat masih belum siap. Siapkan dulu pilihan bagi masyarakat. Misalnya, infrastruktur BBG (bahan bakar gas) disiapkan di setiap SPBU. Kemudian, BBM dinaikkan Rp 1.000 per liter setiap enam bulan. Lambat laun, pasti masyarakat memilih BBG daripada BBM,” ungkapnya.
Sumber: jpnn.com