TOTABUAN.CO — Kementerian Keuangan (Kemkeu) merilis kebijakan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pertambangan untuk minyak dan gas (migas) bumi pada tahap eksplorasi sebagai insentif kepada pengusaha di sektor tersebut.
Dalam aturan terbaru ini, pajak akan dikenakan jika pengusaha berhasil mendapatkan minyak.
“Bukan karena terbebani (alasan dikurangi). Kita sebenarnya salah melakukan PBB untuk eksplorasi, barangnya belum ada sudah dikasih pajak,” jelas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di kantornya, Jakarta, Rabu (14/1).
Kebijakan pengurangan PBB migas tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267/PMK.011/2014 yang menyebutkan, pengusaha diberikan pengurangan PBB sebesar 100 persen dari PBB migas yang terutang. Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang PBB menyatakan, besarnya presentase nilai jual kena pajak (NJKP) objek pajak pertambangan sebesar 40 persen dari tarif objek pajak.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Andin Hadiyanto menjelaskan, kewajiban PBB dikenakan apabila pengusaha pertambangan migas mendapatkan minyak dalam eksplorasi. “Ini bagian dari insetif untuk eksploitasi minyak, kan lifting minyak yang turun terus. Investor minyak harus dikasih (insentif). Kalau belum mendapat hasil eksplorasi, lalu dikenai pajak kan susah. Kalau sudah ketemu baru dikenai pajak,” ujar Andin.
Wajib pajak (WP) yang dapat diberikan pengurangan PBB migas yakni, wajib pajak yang memiliki kontrak kerja sama setelah berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Hulu Migas. Kemudian WP yang menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak (SPOP), dan WP yang melampirkan surat rekomendasi dari menteri yang menyelenggatakan urusan pemerintah bidang kegiatan usaha migas bumi yang menyatakan objek PBB migas masih pada tahap ekplorasi. PMK ini berlaku sejak Januari 2015.
sumber : beritasatu.com