TOTABUAN.CO — Harga gas untuk pasar domestik diharapkan bisa ditekan, mengingat harga komoditas dan minyak/gas dunia turun. Saat ini rata-rata harga pasar gas alam (global) sekitar US$ 3,5 /MMBTU, namun harga gas alam di RI masih sekitar US$ 7,2-9,8/MMBTU.
Menurut Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika, penerimaan negara dari sektor migas memang harus diperhatikan lantaran menjadi modal dalam pembangunan negara. Namun, dengan harga gas domestik yang rendah, industri dan masyarakat akan memperoleh nilai tambah.
“Kami berharap harga gas untuk dalam negeri bisa ditekan serendah mungkin agar added value-nya besar,” kata dia di Jakarta, Senin (19/1).
Deputi Pengendalian Hubungan Bisnis sekaligus Pelaksana Tugas Deputi Pengendalian Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Zikrullah menuturkan, upaya untuk membuat harga gas domestik cukup rendah bisa saja dilakukan. Tetapi upaya ini tidak bisa dilakukan untuk kontrak gas yang telah berlangsung.
“Yang ditekan harga untuk kontrak baru. Jadi nanti pengembangan lapangan dilakukan seefisien mungkin dan dipastikan tepat waktu,” jelas dia.
Terkait harga gas dalam negeri yang masih lebih tinggi dari harga global, menurutnya itu tidak bisa dibandingkan. Pasalnya, harga gas dalam negeri tidak dikaitkan dengan harga minyak dunia namun ditentukan berdasarkan keekonomian lapangan.
Faktanya, tambah Zikrullah, biaya barang dan jasa di sektor migas saat ini masih cukup tinggi.
“Dengan harga minyak turun ini, produsen migas justru jadi fokus untuk tingkatkan pendapatan,” ujar dia.
Apalagi, menurutnya harga gas di Pasar Asia Pasifik masih cukup tinggi. Rincinya, untuk kontrak jangka panjang masih sekitar US$ 14 per juta british thermal unit (mmbtu), sementara harga spot sekitar US$ 9-9,5 per mmbtu.
Zikrullah berpendapat, harga gas yang masih cukup bagus ini sebenarnya membantu industri migas. Dengan pendapatan dari minyak yang terpangkas signifikan lantaran harga turun, pendapatan gas bisa menjadi penyeimbang.
“Justru yang harus kita upayakan itu bagaimana agar bisa menarik investor untuk tetap investasi di Indonesia,” tegas dia.
Tanpa investasi, produksi gas akan sulit untuk ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan nasional.
sumber : beritasatu.com