TOTABUAN.CO— Para pelaku industri saat ini mengeluhkan tingginya harga gas dalam negeri. Padahal, harga minyak dunia sudah turun hingga mencapai USD 43 per barel.
Praktisi Migas Iwan Ratman, mengatakan, tingginya harga gas industri disebabkan karena harga gas yang dijual produsen gas (harga hulu) saat ini masih tinggi mencapai USD 7 per million metric british thermal unit (MMBTU). Dengan begitu, harga gas ke industri dapat mencapai USD 9 -10 per MMBTU.
Menurutnya, pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK) Migas harus merevisi harga gas di sektor hulu. Pasalnya, harga gas industri yang tinggi membuat pelaku industri kolaps atau terancam tutup.
“Mestinya SKK Migas dan Dirjen Migas harus kerja mengubah harga gas dari hulu. Industri pengguna gas sudah teriak-teriak. Sebentar lagi kolaps dan PHK besar-besaran,” ujar dia di Jakarta, Rabu (23/9).
Iwan menegaskan, untuk menurunkan harga gas industri sangat bergantung pada harga gas di hulu. Apabila harga gas hulu sangat tinggi, maka harga gas yang didapat pelaku industri pun sangat tinggi.
“Pemerintah harus menjaga keseimbangan sektor hulu sampai hilir sehingga kondisi ekonomi masyarakat masih punya daya beli karena produk industri-industri harganya tetap. Ini harus dilakukan dengan cepat dan jangan menunggu lagi. Kalau harga di hulu tinggi maka di hilir juga tinggi kan,” tutupnya.
Sumber;merdeka.com