TOTABUAN.CO – Akhir dari pengguliran dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dan terobosan harga emas hingga US$ 1.180 per ounce pada akhir pekan lalu membuat sebagian besar partisipan survei mingguan Kitco News Gold memprediksi harga emas melemah pekan ini.
Mengutip laman Forbes, Senin (3/11/2014), sebanyak tujuh partisipan menilai harga emas akan naik. Sebaliknya, 14 partisipan memprediksi harga emas yang lebih rendah dan satu responden memperkirakan harga emas bergerak stagnan.
Para partisipan pasar terdiri dari pedagang, pialang harga emas, bank-bank investasi, dan para analis grafik pergerakan harga emas.
Pekan lalu, para partisipan menilai harga emas akan bergerak melemah. Benar saja, sepanjang pekan lalu, harga emas melemah sekitar US$ 67 per ounce.
Para partisipan yang menilai lemahnya harga emas mengatakan, aksi The Fed mengakhiri pengguliran dana stimulusnya sebagai salah satu faktor penyebabnya. Maklum penarikan stimulus tersebut telah membuat dolar menguat dan menekan harga emas.
“Saya rasa, harga emas akan terus melemah pekan ini karena menguatnya dolar AS. Bank Sentral Jepang juga berus saja memberikan alasan pada para investor untuk memilih dolar AS. Kami akan melihat harga emas melemah,” ungkap pakar strategi Victor Thianpiriya di ANZ Bank.
Partisipan lain mengatakan, berakhirnya program The Fed yang dikenal dengan sebutan Quantitative Easing itu akan membuat harga emas semakin tertekan. Pasalnya selama ini, program The Fed tersebut dan inflasi merupakan dua faktor yang baik mendorong kenaikan harga emas.
Sebaliknya, para partisipan yang memprediksi kenaikan harga emas dapat melihat aksi jual yang tajam. Harga emas kemungkinan dapat kembali menguat pekan ini.
sumber: liputan6.com