TOTABUAN.CO— Harga emas mendekati posisi tertinggi dalam tujuh pekan pada Kamis (7/1/2016) ini didorong kekhawatiran tentang kondisi perekonomian di China. Serta, meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea dan Timur Tengah.
Melansir laman Reuters, harga emas di pasar Spot naik 1,2 persen menjadi US$ 1.090,95 per ounce mendekati posisi puncak US$ 1.093,10 per ounce sejak 16 November. Sementara emas berjangka Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman Februari naik US$ 12,50 per ounce menjadi US$ 1.090,90 per ounce.
Harga logam mulia ini telah menembus level grafik kunci di US$ 1.088 per ounce, menjadi pertanda emas kembali dipercaya usai mengalami rebound dua kali dari posisi US$ 1.045 pada bulan Desember, menurut para analis.
“Situasi geopolitik bersama sell-off global memicu langkah ini,” jelas Naeem Aslam, Kepala Analis Pasar Ava Trade.
Beberapa kondisi yang mendorong harga emas, mulai dari jatuhnya pasar saham dunia untuk hari kelima dipicu kekhawatiran tentang kondisi ekonomi China, di mana negara ini terlihat membiarkan yuan terus melemah.
Selain itu, langkah uji coba nuklir Korea Utara menambah daftar kekhawatiran politik dunia. Korea Utara mengatakan, pihaknya berhasil menguji perangkat nuklir hidrogen, sebagai tanda peringatan kepada Jepang dan Korea Selatan.
Hubungan antara Arab Saudi dan Iran yang memanas selama akhir pekan usai eksekusi seorang ulama Syiah, dan memicu badai protes di Teheran ikut menambah kekhawatiran global.
“Beberapa keengganan risiko mendorong arus safe haven dan membantu emas,” kata analis Societe Generale Robin Bhar.
Dia mengatakan, saat ini investor melompat kembali dan mencari aset yang memberikan perlindungan nilai karena beberapa ketidakpastian atas kondisi global.
Harga emas turun 10 persen pada tahun lalu di tengah kekhawatiran tentang kebijakan kenaikan suku bunga AS. The Fed menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade bulan lalu dan diperkirakan akan berlanjut di tahun ini.
Sumber; liputan6.com