TOTABUAN.CO— Daya beli masyarakat Indonesia dinilai rendah akibat tingkat inflasi dan suku bunga yang tinggi. Inflasi dan suku bunga Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti Soetiono mengatakan, tingginya inflasi dan suku bunga tersebut membuat daya beli masyarakat Indonesia tertekan.
“Kita inflasi paling tinggi di ASEAN, artinya daya beli kita paling berat, sehingga tidak kompetitif di suku bunga,” kata dia dalam Kuliah Umum di Perbanas Institute, Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Wanita yang akrab disapa Titu ini menyebutkan, tingkat suku bunga di Indonesia juga terbilang tinggi, misalnya suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mencapai 21% per tahun.
Untuk itu, pemerintah memberikan subsidi sehingga suku bunga KUR bisa ditekan hingga 12% per tahun.
“KUR dengan sedemikian rupa di-reinventing lagi, di lapangan hampir 21%, diupayakan 12% dan akan 9%, bandingkan dengan negara-negara ASEAN, rendah-rendah sekali suku bunga pinjaman,” kata Titu.
Selain suku bunga, Titu menyebutkan, kondisi mata uang rupiah juga masih tertekan saat ini. Mata uang garuda ini sudah terdepresiasi sekitar 12%. Namun, pelemahan rupiah ini terbilang paling rendah dibanding negara lainnya.
“Kemudian gejolak nilai tukar, turbulensi cukup dalam, kita 4 terendah dibanding BRICS, sudah minus hampir 12%,” sebut dia.
Kemudian, lanjut Titu, akses keuangan atau financial inclusion di Indonesia dibandingkan negara-negara di dunia masih cukup rendah hanya 36%.
“Jadi masih di bawah 50% yang menggunakan produk layanan keuangan, jadi pemegang bank, polis, reksa dana, multifinance company, jadi ini challenge yang cukup tinggi,” imbuh Titu
Sumber: Detik.com