TOTABUAN.CO — Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Mochamad Basuki Hadimuljono melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jambi, Rabu (12/11) kemarin. Sehari di Jambi, Menteri PU meninjau proyek irigasi yang dibiayai lewat APBN senilai Rp 123 M di Desa Pemuncak Kecamatan Cermin Nan Gedang Kabupaten Sarolangun.
Namun di sana, Menteri PU terpaksa menelan pil pahit. Itu karena warga setempat justru menolak rencana pembangunan bendung irigasi. Menteri PU berusaha melobi warga, namun gagal. Warga bersikeras menolak. “Selaku pemilik lahan, kami dengan tegas menolak. Kami mendukung bila bangunan ini dialihkan ketempat lain,” ujar Badawi, tokoh setempat mewakili warga pemilik lahan, seperti dilansir dari Jambi Independen, Kamis (13/11).
Ia menegaskan warga sebenarnya sangat mendukung program pemerintah itu. Hanya saja, mereka mengkritik kenapa bendungan dibangun di tengah pemukiman penduduk. Apalagi tak hanya beberapa rumah warga, sejumlah fasilitas umum juga bakal terkena imbas pembangunan bendungan ini.
Misalnya ada sekolah, ada masjid yang bakal terkena dan harus dipindah bila proyek ini berjalan. “coba bapak bayangkan, kemana sekolah mau dipindah,” bebernya.
Selain itu, ia menegaskan sejak adanya rencana proyek irigasi membuat kehidupan warga terlibat perpecahan. Di antara mereka terjadi saling curiga dan cekcok. Antara warga yang pro dan kontra terlibat perselisahan. “Kami ingin hidup damai. Lebih baik bangunan di pindahkan saja,” tegasnya.
Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI, Bambang Hidayah mengatakan rencana pembangunan bendungan dan jaringan irigasi yang lokasinya di Kecamatan Cermin Nan Gedang ini bisa mengaliri lahan pertanian seluas 5.707 ha terkendala pembebasan lahan yang masih belum tuntas. “Bendungan dan jaringan irigasi ini kalau terbangun bisa mengaliri lahan irigasi seluas 5.707 ha di tiga kecamatan, yakni di Kecamatan Cermin Nan Gedang, Kecamatan Pelawan dan Kecamatan Limun,” ucap Bambang.
Pembebasan lahan seluas 8,5 ha yang dimiliki oleh sebanyak 34 Kepala Keluarga menurut Bambang 30 diantaranya sudah setuju untuk pembebasan lahan, sementara 4 orang masih menolak untuk membebaskan tanahanya, “Empat KK ini menolak untuk pembebasan lahan mereka, kalau untuk luasannya sekitar 20 persen dari keseluruhan tanah untuk pembangunan bendungan dan jaringan irigasi ini,” kata Bambang.
BWSS VI sebut Bambang telah berupaya untuk melakukan pendekatan kepada pemilik lahan yang tidak mau tanahnya dibebaskan, namun 23 kali sosialisasi yang dilakukan pihaknya, pemilik lahan masih belum mau untuk pembebasan lahan tersebut. “Prosesnya semuanya sudah selesai, pemenang lelangnya juga sudah. Tinggal pengerjaannya saja, tapi itu belum bisa dilakukan karena masih terkendala pembebasan lahan,” kata Bambang.
Besaran harga ganti rugi menurut Bambang menjadi satu di antara kendala pembebasan lahan ini, masyarakat yang tidak mau tanahnya dibebaskan menuntut ganti rugi tinggi, sementara kajian dari tim independen harga ganti rugi sudah dibuat sesuai zona. Zona I yakni Rp 90.900/meter persegi, zona II Rp 60.900/meter persegi dan zona II Rp 60.900/meter persegi. “Sudah ada kajian dari tim independen dan hasilnya sudah diserahkan ke tim 9 Kabupaten Sarolangun yang diketuai Sekda,” katanya.
Jika sampai tidak ada titik temu terkait pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan dan jaringan irigasi ini, anggaran ratusan miliar yang telah disiapkan pemerintah pusat ini terancam bakal ditarik lagi ke pusat. “Kalau sampai Januari atau batas waktu akhir pembangunannya pembebasan lahan belum juga selesai, maka anggaran itu akan ditarik lagi ke pusat,” kata Bambang.
sumber : jpnn.com