TOTABUAN.CO BOLTIM — Penertiban aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Perkebunan Salak, Desa Tobongon, Kecamatan Modayag, Kabuoaten Kabupaten BolaangbMongondow Timur (Boltim) oleh jajaran Polres, memunculkan desakan lanjutan dari masyarakat. Warga meminta aparat tidak hanya menghentikan aktivitas lapangan, tetapi juga menelusuri pihak yang diduga menjadi penyandang dana di balik operasi PETI tersebut.
Sejumlah warga meyakini kegiatan ilegal ini tidak berdiri sendiri. Kehadiran alat berat, lokasi pengambilan material, hingga bak pengolahan berkapasitas ribuan baket dinilai sebagai indikasi keterlibatan pemodal besar dari luar daerah.
“Kalau ada alat berat yang masuk dan pengolahan sampai ribuan baket, itu bukan pekerjaan kecil. Jangan hanya pekerjanya yang lari, tapi dalangnya dibuka,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Warga juga menyebut informasi yang berkembang bahwa ada pemodal dari luar daerah termasuk disebut-sebut dari Manado yang terlibat menggerakkan aktivitas PETI. Namun, informasi tersebut masih sebatas dugaan dan menunggu pembuktian aparat.
Desakan warga semakin keras karena lokasi PETI Tobongon sebelumnya juga pernah memicu bencana.
Aktivitas galian disebut menyebabkan longsor yang memutus jalur perhubungan, hingga membuat akses jalan dari Tonongon menuju Desa Badaro sempat terputus. Peristiwa itu menjadi peringatan nyata mengenai risiko kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal.
Kapolres Boltim, AKBP Golfried Hasiholan Pakpahan, menegaskan pihaknya tidak memberi ruang bagi ilegal mining dan memastikan penegakan hukum tetap berjalan.
“Kami tindak semua aktivitas tanpa izin. Siapa pun yang terlibat akan diproses sesuai hukum,” tegasnya.
Masyarakat kini menanti langkah lanjutan Polres Boltim untuk mengusut aliran modal, mengidentifikasi aktor utama, serta menjerat otak operasi PETI, bukan sekadar menghentikan pekerjaan di lapangan. (*)





