TOTABUAN.CO BOLTIM—Belum sebulan menjabat sebagai Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Rudi mokoginta Penjabat Bupati mulai mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terkait rencana rolling jabatan. Meski mutasi adalah kewenangan dan hak prerogatif bupati, namun DPRD mengingatkan agar mutasi tersebut dilihat sesuai kebutuhan dan tetap mengacu pada aturan yang berlaku.
“Soal mutasi ini tentu disana (eksekutif) yang lebih paham dengan kebutuhan organisasi mereka. Perlu kami sampaikan, sepanjang itu diatur dalam regulasi yang ada, ya tidak masalah. Tapi perlu dipahami Peraturan Pemerintah 49/2008 poin 1 dan 2 menjelaskan soal kewenangan penjabat bupati,” sentil Ketua Komisi I DPRD Boltim, Sofyan Alhabsy Senin (19/10).
Sofyan menjelaskan seorang penjabat bupati, bisa melakukan mutasi sepanjang mendapatkan rekomendasi atau izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Izin tersebut berlaku untuk semua eselon, baik itu eselon II,III maupun IV.
“Kalau ditanyakan kaitannya dengan politisisasi, sisi pandang orang tentu berbeda-beda. Saya tidak ingin berbicara dari sisi politis. Saya berbicara dan melihat rencana itu disesuaikan dengan regulasi maupun batasan kewenangan seorang penjabat kepala daerah. Bila itu dilanggar, tegurannya berat,” tegasnya.
Karenanya, politisi PKB ini berharap, rencana mutasi ini sebaiknya dipertimbangkan kembali. Karena dikuatirkan mutasi yang dilakukan penjabat bupati dalam situasi politik seperti saat ini akan menimbulkan kegaduhan.
“Kalau berbicara soal urgensi dari mutasi itu, nanti tentu akan diuji. Mendagripun tentunya tidak akan langsung mengeluarkan izin. Semuanya harus melalui telaah dan disesuaikan dengan kebutuhan. Apalagi kalau ada unsur like and this like, saya rasa Mendagri tidak seperti itu. Pastikan itu akan dikaji mendalam,” terangnya.
Sofyan juga mencoba mengingatkan saat penjabat bupati Boltim dilantik Gubernur Sulut pada 5 Oktober lalu. Dalam sambutannya, gubernur menekankan agar penjabat bupati menjaga netralitas PNS, menjelang pemilihan kepala daerah.
“Netralitas itu termasuk untuk penjabat bupatinya. Bukan hanya penjabat bupati, tapi juga elit yang ada, supaya bisa memberikan suasana damai sehingga stabilitas daerah tetap terjaga. Tapi, kalau kita cuap-cuap juga tentu tidak bagus, karena apa yang kita sampaikan itu bisa saja menimbulkan hal-hal yang tidak mengenakkan,” imbuhnya.
Disisi lain, rencana mutasi tersebut juga tidak terlalu urgensi. Dilihat dari sisa tahun anggaran saat ini, waktu efektif yang masih tersisa itu hanya tiga bulan. Jika alasannya untuk memaksimalkan keberadaan aparatur.
“Tidak terlalu penting kalau mau mutasi saat ini. Karena ini mau akhir tahun. Tapi kalau memang ada posisi yang kosong, silahkan. Tapi jangan mutasi itu dilakukan besar-besaran. Kalau terjadi riak hingga menganggu kondusitas daerah, siapa yang akan bertanggungjawab,” tukasnya. (Fac)