TOTABUAN.CO BOLSEL —Kasus dugaan jual beli ijazah atau gelar di Perguruan Tinggi IAI Kotamobagu terus menjadi sorotan masyarakat. Hal ini lantaran, kuat dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).
Nama inisial KM oknum anggota DPRD Bolsel disebut-sebut lulus dan mendapat gelar akademik dari IAI Kotamobagu. Padahal KM sendiri tidak pernah mengikuti prosds kuliah seperti mahasiswa lainnya.
KM diduga terlibat proses jual beli ijazah atau gelar, meski diduga hanya empat bulan menjalani proses perkuliahan.
Sebab, saat ini duduk menjadi wakil rakyat, KM sudah menggunakan gelar akademik yakni sarjana sosial atau S,Sos.
KM sendiri tercatat sebagai mahasiswa karena mulai kuliah di IAI Kotamobagu pada 1 September 2023 dan sampai sekarang masih tercatat aktif kuliah. Namun anehnya, KM sudah diwisuda dan telah menyandang gelar akademik.
Selain KM , masih ada juga korban masyarakat lainnya yang menerima gelar akademik/wisuda, tanpa mengikuti proses kuliah regular sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku dengan Indikasi membayar sejumiah biaya kepada salah satu petinggi di IAI Kotamobagu.
KM sendiri tak menampik isu terebut kini sudah viral hingga di internal anggota DPDD.
Namun kendati begitu, KM mengaku tidak keberatan agar bisa lebih dikenal. Namun menurut KM, isu tersebut salah sasaran.
“Biar nanti di Polda saya akan beri keterangan,” kata KM.
“Tanyakan ke KPU, kalau KM gunakan ijazah apa,’ sambungnya.
Namun Ia sendiri tidak menjawab, pertanyaan media ini soal gelar yang digunakan saat ini. Apakah gelar yang berasal dari IAI Kotamobagu atau dari perguruan tinggi lain.
Dalam peraturan perundang- undangan diatur larangan mengenai gelar yang digunakan tanpa hak oleh seseorang , hal ini sesuai dalam rumusan Pasal 28 ayat (7) Undang- undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi yang berbunyi “Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar Avokasi, dan/ atau gelar profesi.”
Sanksi hukum pidana juga menanti bagi setiap orang yang menggunakan gelar akademik secara tanpa hak, pemberian sanksi pidana penjara dan denda diatur dalam Pasal 93 Undang- undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara selama 10 (Sepuluh) Tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah)
Pengenaan sanksi yang cukup berat tidak serta merta menciutkan nyali dari seseorang untuk melakukan segala cara demi sebuah pengakuan publik, bahwa seseorang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, yang ditunjukkan dengan sebuah gelar. (*)