
TOTABUAN.CO BOLSEL–Demi menghargai dan menghormati proses hukum, FM alias Faisal (34), wartawan salah satu media cetak harian di Sulut yang bertugas di Kabupaten Bolmong Selatan (Bolsel), akhirnya memenuhi panggilan penyidik dari Polsek Urban Bolaang Uki, Jumat (6/3/2015). Fay sapaan akrabnya diperiksa atas laporan salah satu Anggota DPRD Bolsel Sunardy Kadullah terkait pemberintaan. Setibanya di Polsek, dia dicecar dengan delapan pertanyaan mulai dari pukul 10.30 hingga 12.30 WITA.
Sehari setelah Sunardi Kadullah melapor soal pencemaran nama baiknya di Polsek Urban Bolaang Uki, pihak kepolisian langsung menindaklanjutinya dengan melakukan pemanggilan sebagai terlapor, untuk dimintai keterangan. Kadullah juga melapor Aweng Pobela (42), warga Desa Duminanga, karena diduga ikut terlibat mencemarkan nama baiknya.
“Saya hormati proses hukum yang sedang berjalan. Kendati saya sebagai wartawan sebenarnya bisa menolak panggilan dari polisi terkait pemberitaan itu,” kata Faisal via telepon selulernya Jumat (6/3/2015) usai menjalani pemeriksaan.
Ia menjelaskan, laporan soal pencemaran nama baik yang atas pemberitaan yang dilaporkan itu, dirinya telah memberikan hak jawab kepada yang bersangkutan untuk mengklarifikasi soal pemberitaan tersebut.
“Hak jawab Sunardi Kadullah sudah saya penuhi dan ditayangkan dikoran, sehari setelah pemberitaan soal pembabatan pohon cengkih sebagaimana laporan Aweng di Polsek Bolaang Uki,” ucapnya.
Kepala Polsek Urban Bolaang Uki, AKP Brammy Tamalihis, mengungkapkan, kepolisian tidak bisa menolak bagi siapa pun yang melapor dan kepada siapa yang terlapor. “Kami hanya mengikuti prosedur yang ada. Siapapun yang melapor atau terlapor, tetap akan kami tindaklanjuti,” kata Brammy, terpisah.
Sementara itu, terkait pemanggilan polisi terhadap wartawan mengundang sorotan dari organisasi kemasyarakatan. Menurut Ketua LSM Lembaga Investigasi Tipikor dan Hukum RI Jakarta, Cabang Bolmong raya, Yakin Paputungan, dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999, pasal 5 ayat 2 dan ayat 3, pers wajib melayani hak jawab dan wajib melayani hak koreksi. Artinya, ketika hak jawab dan koreksi sudah dipenuhi wartawan, maka tidak dapat dipidanakan sebagaimana ditegaskan dalam Bab 3 padal 8. Dia menilai, Faisal telah penuhi hak jawab dan melayani hak koreksi yang diinginkan Sunardi Kadullah.
“Sunardi Kadullah sebenarnya salah alamat melapor bila dinilai media terkait telah melakukan pencemaran nama baiknya. Ada Dewan Pers yang dapat menindaklanjuti itu. Kemudian, setelah dikaji Dewan Pers akan merekomendasikan pemberitaan tersebut apakah layak atau tidak ditindaklanjuti ke pihak yang berwajib,” kata Yakin.
Berdasar kode etik jurnalistik, lanjutnya, wartawan dapat saja menolak pemanggilan polisi terkait langkah kepolisian dalam melakukan penyidikan. Selain itu, dengan pemeriksaan wartawan oleh Polsek Bolaang Uki, Polri sebenarnya telah melakukan one prestasi atas MoU Dewan Pers dengan Kapolri Jendral Timur Pradopo ketika itu. Bahwa segala yang terkait dengan sengketa pemberitaan harus melalui Dewan Pers. “Polisi sudah salah kaprah soal ini. Sunardi Kadullah juga salah alamat dengan melapor wartawan ke polisi,” kata Yakin.
Pemerhati Bolmong Selatan, Andirka Hasan menilai, tindakan Sunardi Kadullah sebagai publik figur dan wakil rakyat di parlemen seharus dapat memberikan contoh yang baik dan memberikan pendidikan yang benar terhadap masyarakat. Dengan melapor wartawan langsung ke polisi, telah melanggar UU Pers dan kode etik Jurnalistik.
“Adak kode etik dan UU yang mengatur soal jurnalistik itu sendiri. Seharusnya Sunari Kadullah tidak langsung melapor ke polisi melainkan ke Dewan Pers. Saya secara pribadi sangat menyangkan tindakan wakil rakyat itu,” ucap tokoh pemuda asal Desa Pintadia ini.
Bahkan lebih aneh lagi dalam pemberitaan edisi Rabu lalu, di situ tidak menyebutkan nama Sunardy Kadulllah. Hanya menyebutkan dugaan keterlibatan salah satu pejabat. “Nah, lantas apa dasar dia melapor oknum wartawan itu. Kalau Sunardy merasa tersinggung dan merasa dicemarkan namanya, patut dipertanyakan,” pungkasnya. (Has)