TOTABUAN.CO BOLSEL – Maleo (Macrocephalon maleo) adalah satwa endemik Sulawesi dan tidak akan ditemukan di tempat lain di dunia.
Burung ini hanya ada di Pulau Sulawesi dan populasinya makin terancam karena maraknya pembukaan lahan di habitatnya berupa kawasan pantai berpasir panas atau pegunungan dengan sumber air panas atau kondisi geotermal tertentu. Pencurian telur maleo juga mengancam kelestarian burung itu. Seekor maleo memang hanya bertelur sebutir dalam satu musim.
Belum lagi aksi pencurian alami seperti babi hutan dan biawak. Maleo memang tidak mengerami telurnya. Hal itu karena setelah bertelur ia akan mengubur telurnya dengan menggali lubang, sampai anak burung itu menetas sendiri. Agar dapat bertahan dan menetas, telur harus dikubur di tempat hangat bersuhu 32-35 derajat Celcius seperti di pasir pantai atau kawasan yang dekat sumber air panas.
Hal itu dikatakan Bupati Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) Iskandar Kamaru saat membuka kick off meeting koridor kehidupan liar Tanjung Binerean dan Sosialisasi Upaya Perlindungan Nilai Keanekaragaman Hayati Tinggi Kabupaten Bolsel bertempat di Hotel Sutan Raja Kotamobagu Rabu 23 Februari 2022.
Menurut Bupati Bolsel Iskandar Kamaru, Macrocephalon Maleo (Burung Maleo) yang hidup dan bertelur di Kawasan Konservasi maupun luar kawasan konservasi di Kabupaten Bolsel, termasuk di Tanjung Binerean, Desa Mataindo serta di kawasan taman Nani Wartabone. Hal ini diperkuat dengan Perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang penataan kawasan pengungsian Satwa Liar.
Menurut Iskandar, Perda tersebut lahir sebagai salah satu bentuk kewajiban serta kepedulian. “Ini bentuk tangungjawab pemerintah daerah untuk meningkatkan dan melestarikan Satwa Endemik ini,” kata Iskandar.
Kick Off meeting Koridor Kehidupan Liar Tanjung Binerean dan Sosialisasi Upaya Perlindungan Nilai Keanekaragaman Hayati Tinggi Kabupaten Bolsel berlangsung tiga hari yang ditutup Jumat (25/2) oleh Wakil Bupati Deddy Abdul Hamid di Tanjung Binerean Desa Mataindo.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bolsel wahyudin Kadullah menambahkan, dari hasil kegiatan yang berkaitan dengan kepariwisataan, Bolsel memenuhi unsur daya tarik wisata. Yakni Aksesibilitas adanya pelabuhan Torosik, Amenitas ditunjang dengan amenitas standard resort Deagabay, da Atraksi wisata yang memiliki banyak alternatif.
Selain itu kata Wahyudin, kawasan ekosistem esensial Tanjung Binerean ini pada dasarnya memiliki potensi daya tarik wisata.
Lanskap yang integrasinya dengan Hutan Pinus Pulau Tenggelam dan daya tarik wisata unggulan Deaga Bay, serta Dua Dive sites hasil eksplorasi pada tahun 2021 lalu.
Menurutnya, Kick off meeting dan sosialisasi ini, bisa jadi kesempatan bagi WCS untuk menjalin sinergitas dengan pemerintah desa, baik Desa Torosik maupun desa-desa penyangga di sekitar kawasan ekosistem esensial ini.
“Selaras dengan program prioritas dan strategis kepariwisataan dalam RPJMD, kawasan Tanjung Binerean sangat potensial untuk dijadikan sebagi daya tarik wisata berbasis ekowisata. Dimana konsep ekowisata ini termasuk di dalamnya aspek konservasi alam, sosial budaya, hingga edukasi,” jelasnya.
Dia mengatakan, Desa Torosik dan Desa Deaga serta Mataindo bersatu, telah masuk dalam daftar desa Wisata berdsarkan SK Bupati.
“Kami harap desa dapat melihat peluang atas pemanfaatan kawasan ini menjadi kawasan wisata berkelanjutan,” sambungnya.
Penutupan kegiatan itu diakhiri dengan berkunjung langsung ke lokasi peneluran Burung endemik Maleo di Tanjung Binerean bersama Wakil Bupati Deddy Abdul Hamid dan seluruh peserta Meeting.(*)