TOTABUAN.CO BOLSEL – Anggota DPR RI dari Komisi V Hi Herson Mayulu turun ke daerah dalam rangka mensosilisasikan Empat pilar kebangsaan. Yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tungal Ika.
Sosialisasi itu berlangsung di SMA 1 Negeri Pinolosian Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) Sabtu 8 Januari 2020. Tampak Bupati Bolsel Hi Iskandar Kamaru hadir sekaligus membuka sosialisasi tersebut. Para pimpinan SKPD, Camat, Kacab Dinas Pendidikan Daerah Bolsel, para kepala sekolah dan guru serta para siswa siswi SMK Negeri 1 Pinolosian, SMA Negeri Bolaang Uki dan SMK Cokroaminoto Salongo ikut mendengarkan pemaparan. Selain itu Dosen Fakultas Sosial Antropologi Unsrat Manado Drs. Mahyudin Damis, M.Hum ikut memberikan materi.
Dalam sosilisasi itu, Herson lebih menitikberatkan soal masa depan generasi milinila ke depan. Menurut Herson, generasi milenial saat ini memegang peranan penting. Hal itu berdasarkan data BPS tahun 2018, generasi Milenial berusia 20-35 tahun mencapai 24 % setara dengan 63.4 juta jiwa dari 179.1 juta jiwa yang merupakan usai produktif (14-64 tahun). Sehingga tidak salah bila pemuda disebut sebagai penentu masa depan Indonesia.
“Generasi milenial memegang peranan penting. Inilah disebut sebagai bonus demografi,” ucapnya.
Bonus demografi lanjutnya positifnya bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru. Dan negatifnya jika pemerintah tidak menciptakan lapangan kerja batu bisa mendatangkan bencana. Dia memamparkan, kelas produktif muda akan mengubah pola konsumsi Indonesia. Pengeluaran akan banyak dihabiskan untuk makan di kafe, restoran, dan warung di pinggir jalan. “Semua ini menciptakan bisnis peluang baru. Bisnis traveling akan laku keras,”katanya.
Bonus demografi membuat angkatan kerja meningkat signifikan. Pada saat yang sama Jepang dan Korea Selatan, sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, tengah mengalami masa yang tidak produktif lebih tinggi dari yang produktif. Oleh karena itu, prospek investasi yang menarik adalah negara dengan penduduk usia muda.
Lebih jauh Mantan Bupati Bolsel dua periode ini menambahkan, beberapa tahun belakangan, pemerintah Indonesia tengah menggalakkan pembangunan dari desa. Ini beralasan karena puncak bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada periode 2020-2030 akan didominasi oleh masayarakat desa.
“Dengan bonus demografi yang ada, total seluruh desa di Inbonesia akan mempunyai pendapatan 600 triliun satu bulan. Itu akan meng- create consumption power 10 tahun mendatang, bisa diprebiksi Desa mampu meng-contribute GDP lebih dari 28.183 Triliun Rupiah untuk Negara ini,” paparnya.
Kendati demikian, bonus demografi diperhadapkan dengan sulitnya mencari lapangan kerja. Dia menilai permasalahan Indonesia hari ini adalah tingginya angka pengangguran. Salah satu penyebabnya adalah pekerjaan yang tersedia tidak sesuai bengan keterampilan yang dimiliki. Hal tersebut bermuara dari pelajaran yang diterima di sekolah tidak sesuai degan kebutuhan lapangan kerja.
Herson membeberkan, tingkat pengangguran terdidik di SMK masih cukup tinggi, yakni 11,24 persen, disusul SMA 7,95 persen, diploma 6.02 persen, universitas 5,89 persen. “Angkanya justru kalah jauh dibanding pengangguran dari tamatan SD yakni 2,43 persen dan SMP 4,8 persen,” sambung Kapoksi Komisi V DPR RI ini.
Dia menambahkan, memasuki era digital 4.0, setiap manusia akan berhadapan dengan mesin sebagai “Kompetitornya” dalam menguasai lapangan kerja. Apalagi ujarnya, kita masuk ke era digital, yang dibutuhkan adalah orang dengan keahlian data analysis, programmer, apps developer, digital marketing.
“Tapi lulusannya tidak ke sana, bukan hal aneh jika lulusan perguruan tinggi ditemukan ngojek. Kalau tidak mulai membenahi kualitas tenaga kerja sebelum 2030, bukan bonus tapi bencana demografi,” sebut Om Oku sapaan akrab warga Bolsel ini.
Berdasarkan data Bank Dunia 2018, dari 101 negara yang tergolong berpendapatan menengah pada 1960, hanya 13 yang berhasil naik kelas dan menjadi negara berpendapatan tinggi. Pada tahun yang sama, pendapatan per kapita Indonesia hanya sebesar US 4.041. Padahal, negara ini perlu memiliki pendapatan per kapita hingga US12.400 bila ingin naik kelas. Artinya, pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan lebih dari 300 persen.
Di tengah problem bangsa dan tingginya angka pengangguran, apakah realistis bila Indonesia mampu memanfaatkan potensi terbaiknya sebelum bonus demografi berakhir. Dalam upaya mempersiapkan milenial Indonesia menyambut bonus demografi, IDN Research Institute menerbitkan Indonesia Millenial Report (IMR) 2018 yang membahas secara komprehensif DNA putra-putri Nusantara. Laporan yang digarap bersama Alvara Research Center itu ingin mengulas bagaimana milenial Indonesia menyikapi isu politik, agama, ekonomi, keluarga, konsumsi media, hiburan, hingga gaya hidup. Sehingga, kebijakan yang digodok oleh pemerintah bisa lebih “ramah” milenial. “Harapannya tentu mempersiapkan masa depan Indonesia yang lebih baik,” tandasnya. (*)