TOTABUAN.CO BOLSEL –Monuntul atau tuntul menjadi tradisi bagi warga yang ada di Bolaang Mongondow Raya (BMR). Tradisi itu dilakukan pada tiga malam terakhir Ramadhan, atau 29-30 Ramadhan.
Bagi masyarakat Bolaang Mongondow tradisi itu disebut monuntul atau tuntul. Tetapi bagi masyarakat Gorontalo yang ada di Kecamatan Posigadan Kebupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) disebut Tumbilo Tohe.
Memeriahkan monuntul warga berbondong-bondong membuat lampu botol. Ada yang berbahan bakar minyak tanah, ada pula yang bahan bakarnya minyak kelapa. Mereka meletakkannya di depan rumah masing-masing sesuai dengan jumlah keluarga yg menempati rumah tersebut.
Sementara di tingkat pemerintah kelurahan/desa, biasanya mereka menghias lapangan tempat pelaksanaan shalat Id dengan lampu botol (tuntul). Seiring berkembangnya zaman mereka mengkolaborasikannya dengan lampu hias listrik sehingga tradisi monuntul ini dari tahun ke tahun kelihatan lebih cantik dan indah.
Seperti di Desa Sakti Kecamata Poosigadan, Bupati Bolsel Iskandar Kamaru didampingi para Asisten, staf ahli, pimpinan OPD, Camat Posigadan, Kapolsek Posigdan usai Shalat Magrib menyalakan lampu Tumbilo Tohe atau Monuntul di lapangan Desa Sakti. Kegiatan itu diprakarsai masyaralat dan karangtaruna.
Sedikitnya sepuluh ribu mata lampu dijejer di lapangan. Bupati menyampaikan ucapan terima kasih kepada warga dan aparta desa Sakti yang telah mendesain lamput menyambut malam Lailatul Qadar.
“Tradisi pasang lampu ini sudah menjadi agenda kabupaten untuk di lombakan.Malam ini kita masyarkat Bolsel resmi melaksanakan Tumbilo Tohe, tepatnya 27 Ramdhan 1440 H. Saya berharap tradisi ini tetap dijaga,” ungkap Bupati.
Tumbilo Tohe disamping tradisi juga menjadi budaya kearifan lokal yang ada di Bolsel. Sebagai daerah memiliki visi religius dengan falsafah adat bersendikan sarah, dan sarah bersendi Kitabullah, maka menjaga ibadah puasa kita.
Kabag Humas Pemkab Bolsel Ahmadi Modeong menambahkan, radisi monuntul yang melakukan adalah semua elemen masyarakat, dari anak-anak sampai dengan orang tua. Biasanya remaja dan orang tua bertugas menyiapkan tempat pelaksanaan tuntul yang terbuat dari bambu. Ada yang berbentuk lafaz ‘Allah’, ‘Muhammad’, ada pula tulisan-tulisan Ramadhan dan “Selamat Idul Fitri’ dan sebagainya.
Tuntul secara umum terbuat dari botol minuman air mineral (aqua gelas) maupun botol bekas minuman M150, Kratingdeng, dan botol-botol kecil lainnya.
Tuntul yang dari gelas aqua biasanya berbahan bakar minyak kelapa, di mana di bawahnya diisi dengan air yang sudah dicampur dengan berbagai macam aneka warna.
Tuntul dalam bahasa daerah Bolaang Mongondow, artinya lampu. Sering disebut tradisi monuntul yang artinya malam pasang lampu. Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun lalu.
Pemkab lanjutnya menjadikan tuntul sebagai lomba untuk menjaga tradisi tersebut agar tetap terawat.(**)