TOTABUAN.CO BOLMONG — Rapat Koordinasi dalam rangka pencegahan korupsi Pemerintah Daerah (Pemda) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang digelar melalui Video Conference (Vidcon), Rabu 15 Juli 2020.
Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong), Yasti Soepredjo Mokoagow mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapi Pemkab atas kerja sama denan Bank pembangunan daerah (BPD) yakni Bank SulutGo yang sempat terjalin.
Namun kerjasama itu, hingga kini sudah tidak lagi atau sudah diputuskan dan dialihkan ke BNI. Alasan dari pemutusan kerjasama itu yang sudah dibangun 2008 lalu itu, salah satunya ketidakseimbangan dalam perekrutan dan penempatan Sumber Daya Manusia (SDM) di tubuh Bank SulutGo.
“Kami bertemu dengan direksi Bank Sulutgo pada saat bulan Oktober tahun 2017. Ada beberapa yang kami sampaikan, yang pertama kami meminta terkait adanya keseimbangan di dalam penempatan sumber daya manusia di Bank Sulutgo. Kami menyadari betul, kami menjadi problem solver, dimana banyak orang tua yang meminta kepada kami, anak-anaknya untuk bisa diberikan pekerjaan yang layak, tentunya harus melewati rekrutmen yang sesungguhnya. Saya meminta saat itu, karena banyaknya anak-anak Mongondow yang tidak terekrut di dalam perekrutan Bank Sulutgo hampir setiap tahun. Sehingga, saya meminta adanya keadilan di dalam penerimaan SDM di Bank Sulutgo,” beber Yasti.
Selain soal perekrutan soal SDM, Yasti juga menyoroti pelayanan Bank Sulutgo di Bolmong waktu lalu. Dengan memiliki luas wilayah dan banyaknya desa di Bolmong ketika mengurus pencairan Dana desa kurang dapat terlayani dengan efektif dan efisien .
“Kabupaten Bolmong ini adalah daerah yang terluas di Provinsi Sulut. Hampir tiga puluh persen luas wilayah. Nah, pencairan dana desa di kantor Cabang Lolak. Jarak antara Kecamatan Satu dan Kecamatan lain sangat jauh. Pencairan dana desa dilakukan secara manual. Ada 200 kepala desa yang membawa uang cash dari ibukota Lolak ke desa-desa mereka telah terjadi beberapa kejadian ada yang dicuri di jalan entah benar atau tidak. Ada pula kepala desa yang belum pernah pegang uang 300 juta, akhirnya mampir ke dealer motor dan mobil, dan akhirnya dana desa itu disalahgunakan,” ungkap Yasti.
Yasti juga menyetil penyetoran PBB. Di mana warga yang harus menemph jarak jauh menuju ibukota kabupaten. Hanya dengn menyetor pajaka 50 ribu, tapi warga harus mengeluarkan uang transportasi kurang lebih 250 ribu rupiah.
“Tentu ini juga menjadi keluhan. Saya meminta agar disetiap desa sudah online dan sudah ada agen. Seperti BNI,” ucapnya.
Dalam undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara disebutkan, gubernur, bupati dan walikota selaku kepala pemerintahan daerah diberikan kewenangan menempatkan RKUD di Bank yang sehat dengan prinsip-prinsip bisnis.
“Saya sudah menyampaikan kepada Direktur Bank SulutGO waktu itu. Bahwa yang memberikan keuntungan laba terbesar di Bank SulutGo adalah Pemkab Bolmong. Tetapi dana CSR yang diberikan kepada kita terlalu kecil. Bila dibandingkan, dengan pendapatan laba bersih diberikan 47 miliar dan keuntungan Bank SulutGo 300 miliar. Saya tidak meminta diri saya, tetapi saya meminta untuk rakyat,” bebernya.
Yasti berharap kepada Bank SuutGo dalam menjalankan proses kredit, untuk tetap berlandaskan aturan OJK. Karena kredit untuk PNS, bunganya terlalu tinggi yakni 19 persen. (*)