TOTABUAN.CO BOLMONG—Warga Tiberias Kecamatan Poigar Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) kembali lakukan aksi demo. Kali ini mereka memblokade jalan trans Sulawesi dengan merobohkan pohon. Akibatnya jalur tran Sulawesi tidak bisa dilalui kendaraan selama empat jam.
Aksi protes ke pihak perusahan PT Melisa Sejahtera terus berlanjut. Warga Tiberis kembali melakuka aksi demo dengan memblokade jalan. Protes tersebut dilakukan karena jalan yang ditutup warga menuju ke lokasi PT Melisa Sejahtera dibuka oknum aparat karena akan dilakukan survey. Kemarahan warga juga, karena spanduk yang dipajang warga dibakar orang tidak dikeal di lokasi HGU yang dikelolah pihak perusahan tersebut.
Pemblokiran dilakukan sejak pukul 15.00 WITA sampai dengan pukul 18.30 WITA. Aksi pemblokiran jalan menyebabkan terjadi kemacetan panjang dari menuju Manado dan Kotamobagu.
Bahkqn sejumlah anggota Polres yang turun di lokasi bentrok dengan warga. Beberapa kali peringatan yang disampaikan tak diindahkan sehingga petugas menembakan gas air mata.
Sebelumnya warga Desa Tiberias sudah beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPRD dan kantor Pemkab Bolmong. Aksi potes warga itu menuntut agar izin pengelolahan lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikuasai PT Melisa Sejahtera dicabut. Kedatangan warga kedua kalinya untuk menuntut Pemkab untuk mencabut izin perusahan yang mengelolah lahan yang berada di Poigar itu.
Koordinator aksi Firdaus Mokodompit mengatakan, desakan untuk mencabut izin PT Melisah Sejahtera itu karena sarat penyimpangan administrasi dan membuat resah warga yang berkebun di lahan perkebunan.
“Kami minta Pemkab untuk mencabut izin dari PT Melisah Sejahtera. Sebab selain telah membuat resah para petani, dokumen yang dimiliki pihak perusahan sarat dengan penyimpangan,” kata Firdaus saat berorasi di depan kantor bupati Bolmong Senin (15/8/2016) lalu.
Desakan agar Pemkab untuk mencabut izin milik PT Melisah Sejahtera untuk mengelolah lahan HGU itu, karena diduga ada pihak lain yang memanfaatkan sertifikat lahan untuk digadaikan di Bank. Sebab dari kontrak yang ada selama ini, pihak perusahan tidak menjalankan fungsinya sebagaimana dengan kontrak yang ada.
“Kami menduga sertifikat lahan yang dipegang pihak perusahan hanya digadaikan di Bank. Sementara perjanjian untuk pengelolaan seperti peremajaan kelapa itu tidak dilakukan,” tambah warga.(Herdy)