TOTABUAN.CO BOLMONG – Wacana penggabungan dua kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), yakni Kecamatan Lolayan dan Kecamatan Passi ke wilayah Kotamobagu, terus menuai kotroversi. Meski disatu sisi ada yang berkeinginan untuk bergabung demi pendekatan pelayanan, tapi ada juga secara terang-terangan, menolak jika dua wilayah itu bergabung dengan Kotamobagu.
Jika sebelumnya penolakan datang dari sejumlah warga, kali ini datang dari Ketua Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Bolmong, Yusra Alhabsyi. Dia mengatakan, wacana penggabungan dua kecamatan ke Kotamobagu tidaklah mudah membalikkan telapak tangan. Alasannya kata Politisi PKB ini, karena akan merugikan bagi pemerintahan yang ada di desa di dua kecamatan tersebut. Bahkan, alasan Wakil Walikota Kotamobagu Jainuddin Damopolii jika dua kecamatan itu bergabung karena faktor sosial kemasyarakatan namun itu ditepisnya.
“Pemerintah kotamobagu silahkan urus saja Kotamobagu, tidak usah mengurus daerah di Bolmong. Kami masih bisa kelola seluruh wilayah di Bolmong,” kata Yusra, Rabu (20/05).
Selain itu kata Yusra, apabila terjadi penggabungan dua kecamatan milik Bolmong ke Kotamobagu, secara otomatis akan mengurangi jumlah dana desa yang masuk.
“Dana desa untuk Bolmong Rp53 milyar, dana ADD dan TPAPD Rp27 milyar. Nah, dengan adanya undang-undang desa maka secara otomatis akan merugikan Bolmong. Kotamobagu kan hanya memiliki beberapa desa, sementara di Bolmong ada 198 desa. Jadi tidak perlu ada penggabungan,” ujarnya.
Senada dikatakan Rudy Satria Mandala Bonuot. Aktifis muda Lolayan ini mengatakan, untuk Kecamatan Lolayan, tidak bisa digabung ke Kotamobagu dengan beberapa alasan.
“Kotamobagu saat ini mengusung konsep sebagai kota jasa, sementara wilayah Kecamatan Lolayan. Ada beberapa desa yang tidak bisa mengikuti konsep kota jasa, karena di Kecamatan Lolayan ada pertanian, ada pertambangan. Sehingga konsep kota jasanya agak sulit dikembangkan untuk kecamatan lolayan,” kata dia.
Selain itu, jika persoalan jarak tempuh dan pengurusan administrasi ke kota Lolak menjadi satu pertimbangan, maka pemkab Bolmong bisa saja menyiapkan kantor perwakilan di Kotamobagu. “Jadi semua bisa mudah dalam hal pelayanan. Sehingga tidak perlu dilakukan penggabungan dua kecamatan ke Kotamobagu,” ujarnya.
Namun apa yang dikatakan Yusra Alhabsy itu, menurut kalangan mudah Kotamobagu Renza Bambuena terlalu mengedapankan sisi politik ketimbang sisi kemasyarakatan. Dia menilai wacana penggabungan dua kecamatan itu hanyalah faktor sosial saja. Sebab menurut Renza, tidak ada kerugian bagi Pemkot jika dua kecamatan di Bolmong itu tidak bergabung.
“Yang menerima dampak adalah masyarakat. Termasuk sisi pelayanan dan pembangunan. Selama ini yang terjadi memang banyak warga yang ada di dua kecamatan mengeluh saat mengurus keperluan ke ibukota kabupaten di Lolak. Itu butuh waktu hampir dua jam. Namun sering kali saat tiba di Lolak, warga tak dapat pelayanan maksimal karena saat tiba, kepala dinas atau kepala kantor sedang berada di luar daerah. Nah, kalau untuk akses ke Kotamobagu, hanya butuh 15 menit,” pungkasnya.(Has)