TOTABUAN.CO BOLMONG – Pemerintahgencar melakukan upaya memerangi stunting atau tumbuh kerdil karena merupakan pertanda masyarakat kurang gizi.
Ketua Tim Penanganan Stunting Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Taufik Mokoginta menuturkan, pencegahan stunting sudah menjadi tanggungjawab pemerintah pusat hingga daerah.
Terdapat 12 OPD yang menyiapkan anggaran untuk terlibat dalam percepatan cegah stunting.
“Dampak dari stunting sangat besar karena menyangkut pembangunan, harga diri, dan martabat daerah. Sehingga ini benar-benar menjadi tanggungjawab bersama,” kata Taufik Rabu 19 Mei 2021.
Dia menuturkan, Bupati dan Wakil Bupati Bolmong Yasti Soepredjo Mokoagow-Yanny Ronny Tuuk bersama lembaga DPRD terus mendukung upaya pencegahan dengan memberikan anggaran lebih terhadap penekanan angka stunting di Bolmong.
Menurutnya, dengan adanya ketelibatan sejumlah OPD maka, diharapkan pada 2022 mendatang, anga kasus bisa ditekan.
Diharapkan angka kemungkinan anak tumbuh kerdil turun bahkan pada 20224 mendatang Bolmong bebas stunting.
“Karena stunting atau kerdil pada anak akibat kekurangan gizi kronis masih menjadi pekerjaan rumah besar disetiap daerah. Ada 12 OPD yang terlibat dalam percepatan cegah stunting ini. Saya berharap 12 OPD yang terlibat akan terus memaksimalkan untuk menuntaskan apa yang telah menjadi target Bupati dan Wakil Bupati,” katanya.
Saat ini pemerintah daerah telah menetapkan 19 desa yang tersebar di 7 kecamatan yang menjadi lokasi prioritas
Untuk Kecamatan Lolayan terdapat Desa Mengkang, Mopusi, Tanoyan Selatan, Matali Baru, Bakan, Tanoyan Utara dan Desa Kopandakan Dua.
Kecamatan Dumoga Barat terdiri dari Desa Doloduo Dua, Doloduo Tiga dan Matayangan. Kecamatan Dumoga Utara meliputi Desa Mopuya Utara dan Desa Tumokang Timur. Kecamatan Dumoga Timur meliputi Desa Tonom dan Desa Amertha Sari. Kecamatan Bolaang meliputi Desa Solimandungan. Kecamatan Lolak meliputi Desa Totabuan dan Desa Solog. Sedangkan Kecamatan Sang Tombolang ditetapkan Desa Domisil.
Menurutnya upaya prevalensi Stunting pada 2021 dan 2022 pmerintah telah menyiapkan Rp121.647.851.473. Dana itu tersebar di 12 OPD.
Dana tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus Rp13.939.607.793, APBN Rp87.251.939.819 dan APBD Rp20.456.303.861.
Sedangkan pada 2022 mendatang direncanakan dana untuk penanganan stunting mencapai Rp136.312.636.620. Itu terbagi dari DAK Rp15.333.568.572, APBN Rp95.977.133.801 dan APBD Rp25.001.934.247.
Desa-desa yang tersebar di tujuh kecamatan itu ditetapkan berdasarkan tingginya angka prevalensi stunting. “Anggaran ada, SDM ada, tinggal bagaimana seluruh OPD mengkovergensikan program-program yang digelontorkan hingga tingkat desa. Saya pribadi optimistis jika seluruh program yang direncanakan berjalan lancar, angka stunting di Bolmong akan banyak terkoreksi,” ujarnya.
Tantang Kepala Desa
Ketua tim penanganan Stunting Kabupaten Bolmong Taufik Mokoginta mengatakan, akan menantang para kepala desa untuk menekan angka stunting.
Dia menuturkan, kasus stunting yang terdapat di desa bisa ditekan atas peran dari semua pihak termasuk peran pemerintah desa.
“Saat turun bersama tim saat uji petik, saya tantang kepala desa untuk tekan angka stunting. Bulan pertama menjadi tanggungjawab Bappeda, bulan kedua menjadi tanggung jawab dinas kesehatan dan bulan ketiga menjadi tanggungjawab pemerintah desa,” kata dia.
Masa 1.000 hari pertama atau sekitar tiga tahun kehidupan sejak masih dalam kandungan merupakan masa penting pembangunan ketahanan gizi pada bayi. Sehinga sangat perlu penanganan, dampak buruk kekurangan gizi pada ibu hamil.
Stunting katanya, merupakan kondisi anak gagal tumbuh, baik fisik maupun otaknya. Stunting ini sering dihubungkan dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin).
Sebab itu, sangat penting untuk memastikan asupan makanan ibu hamil tercukupi, agar janin berkembang dengan baik. Apabila asupan makanan ibu cukup dan tidak ada penyulit lain, umumnya janin akan tumbuh dan berkembang dengan baik.
Kepala Dinas Kesehatan yang juga sebagai Sekretaris tim penanganan stunting dr erman Paputungan menagatakan, pencegahan stunting pada anak ini dilakukan pada 1.000 hari pertama dengan mencukupi asupan makanan yang seimbang melalui nutrisi makro dan mikro.
Nutrisi memang mengambil peran penting yang perlu menjadi perhatian lebih bagi calon orang tua, mulai sejak masa perencanaan, kehamilan, hingga menyusui.
“Karena hal itulah, ibu hamil harus cukup mengonsumsi makronutrien, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Dalam hal ini, utamakan agar ibu hamil mendapat protein hewani,” ungkapnya.
Lebih lanjut Erman menambahkan, hal ini juga harus diimbangi dengan mengonsumsi mikronutrien, yaitu vitamin dan mineral yang terdapat dalam buah dan sayuran. Pencegahan stunting kemudian berlanjut ke periode menyusui.
“Calon ibu harus memahami cara pemberian ASI yang benar untuk mencegah anak mengalami kurang gizi, khususnya gizi buruk. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian MPASI yang benar untuk mendukung tumbuh kembang si kecil,” jelasnya.
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan stunting, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal bisa terjadi karena buruknya fasilitasi sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan. Sedangkan faktor internal bisa terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang bisa menyebabkan abortus, anemia pada bayi baru lahir, bayi dengan berat badan lahir rendah, cacat bawaan, hingga kematian, jelasnya.
Kekurangan gizi kronis pada anak ini nantinya menimbulkan persoalan serius dalam pembangunan sumber daya manusia di masa depan.
“Maka dari itu, orangtua sangat berperan dalam pencegahan stunting sejak dalam kandungan. Caranya dengan kontrol kehamilan secara teratur agar tumbuh kembang janin optimal. Setelah bayi lahir dipantau tumbuh kembangnya, dengan mengukur setidaknya berat badan dan panjang badan setiap bulan sampai usia 12 bulan. Apabila diketahui berat badan anak tidak naik untuk periode waktu tertentu, sebaiknya anak dibawa ke fasilitas kesehatan untuk diidentifikasi faktor penyebab dan dilakukan intervensi sesuai penyebabnya,” jelas Erman. (*)